Integritas 4 Elemen Bangsa Lahirkan Pemilu Berkualitas
Dalam pemasaran politik layaknya pada pemasaran komersial haruslah memperhatikan elemen-elemen utama dari pemasaran yaitu product produk, place tempat, Price harga, Promotion promosi. Atau populer disebut sebagai marketing mix bauran pemasaran. 1. Product produk2. Place tempat3. Price harga4. Promotion promosiPeran Spin Doctor dalam Pemasaran Politik 1. Product produk Produk dalam pemasaran komersial adalah barang yang diproduksi yang ingin dipasarkan guna memenuhi kebutuhan pembeli. Niffenegger dalam Tabroni membagi produk politik dalam tiga kategori yaitu pertama, Party platform platform partai kedua, past record catatan tentang hal-hal yang dilakukan di masa lampau, ketiga, personal characteristic ciri pribadi. 2. Place tempat Dalam konteks politik, tempat memajang produk-produk kampanye seperti foto, baliho, poster dan lainnya sangat berperan bagi kesuksesan seorang kandidat atau partai politik dalam tujuannya dikenal oleh masyarakat atau lebih jauh lagi yaitu meraih suara terbanyak dalam pemlihan. Tempat juga dapat berupa ruang-ruang di media massa, contohnya rubrik di surat kabar yang disediakan untuk wawancara dengan para poitisi, begitu juga dengan acara-acara di televisi dan radio yang mengahadirkan acara dialog interaktif dengan politisi, dalam acara tersebut masyarakat dapat mengetahui apa program kerja, dan ide-ide dari politisi tersebut. Intenet juga dapat dijadikan sebagai tempat yang sangat strategis untuk memperkenalkan politisi dan partai politiknya, dimana saat ini tengah menjadi tren di kalangan politisi menggunakan media sosial di intenet sebagai ajang promosi dan meraup simpstisan. 3. Price harga Dalam konteks pemasaran produk komersial suatu produk yang memiliki kualitas yang baik memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang memiliki kualitas kelas dua. Politisi yang menjadi anggota partai politik yang besar dan ternama dan memiliki track record yang baik tentunya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan politisi dari partai gurem atau partai kecil yang belum memiliki track record yang berarti. Dalam sistem demokrasi, proses pemungutan suara dapat dilihat sebagai pelimpahan hak dan kewajiban kepada suatu atau seorang kandidat guna mengatur kehidupan semua individu dalam masyarakat. Dibutuhkan kepercayaan dan keyakinan dari masyarakat dalam memilih politisi dan partai politik. Itulah harga yang harus dibayarkan oleh pemilih sewaktu pemungutan suara, dan tentunya kepercayaan dan keyakinan akan lebih besar diberikan kepada produk yang kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan produk yang kualitasnya kurang baik. 4. Promotion promosi Promosi dalam konteks pemasaran politik dapat berbentuk kampanye dengan menggunakan berbagai macam media komunikasi baik itu media cetak, elektronik, atau komunikasi antarpribadi yang didukung dengan teknik-teknik komunikasi, yang menampilkan slogan, jargon, citra, maupun program kerja dari partai politik dan politisinya yang dikemas dalam betuk pesan-pesan yang menarik dan mudah diterima oleh masyarakat, biasanya promosi dalam bentuk kampanye disertai dengan penampilan artis yang dapat menghibur dan sebagai daya tarik bagi masyarakat untuk menyimak isi kampanye. Peran Spin Doctor dalam Pemasaran Politik Bentuk dari pemasaran politik sangat beragam dengan menggunakan berbagai macam media komunikasi, baik media cetak, elektronik, media outdoor, internet dengan sosial medianya, ataupun dengan menggunakan komunikasi antarpribadi. Salah satu cara pemasaran politik yaitu melalui kampanye, dalam kampanye inilah ide-ide, gagasan, nilai, ideologi,cita-cita dan program kerja politisi dan partai politik yang orientasinya lebih banyak pada tataran penyadaran, sikap dan perubahan perilaku untuk menerima halhal baru, disampaikan kepada masyarakat. Menurut Kotler dan Roberto dalam Cangara kampanye ialah sebuah upaya yang diorganisasi oleh satu kelompok agen perubahan yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan perilaku tertentu. Menyelenggarakan suatu kampanye tidaklah hal yang mudah, tidak sedikit kampanye yang mengalami kegagalan, disinilah dibutuhkan peran spin doctor, ahli dalam merancang kampanye dengan baik agar kampenye tersebut sukses dilaksanakan. Spin doctors dalam politik juga dikenal sebagai manajer kampanye, Karena Spin doctor menggunakan prinsip-prinsip public relations dalam proses kerjanya, sedangkan public relations itu sendiri dalam kegiatannya tidak lepas dari prinsip-prinsip manajemen dimana kegiatannya memiliki tahapan-tahapan tertentu dan tidak dibuat secara sembarangan atau ikut-ikutan tetapi berdasarkan dari suatu penelitian terlebih dahulu, baru kemudian membuat perencanaan, komunikasi aktuating, dan diakhiri dengan evaluasi. Dalam studi perencanaan komunikasi, ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan sebuah kampanye. Menurut Cangara ada beberapa langkah yang dapat dilakukan spin doctor dalam perencanaan komunikasi untuk kampanye, yaitu penemuan dan penetapan masalah, menganalisis khalayak, merumuskan tujuan objective, memilih media, mengembangkan pesan, merencanakan produksi media, merencanakan manajemen program, monitoring dan evaluasi. 1. Menganalisis masalah, spin doctor terlebih dahulu harus menganalisis masalah yang terjadi di masyarakat terkait dengan apa yang menjadi kebutuhan yang belum terpenuhi di masyarakat, dan masalah-masalah apa yang terjadi di masyarakat. Hal ini diperlukan untuk menentukan tema kampanye yang akan disampaikan, dan menjadi acuan untuk menentukan tujuan, jenis media yang akan digunakan, serta efek apa yang akan dicapai dari kegiatan kampanye. 2. Menganalisis khalayak dilakukan untuk mengetahui siapa khalayak dari kampanye yang akan dilakukan. Khalayak memegang peranan yang sangat penting, karena semua aktivitas kampanye yang dilakukan diarahkan kepada mereka. Ada beberapa hal yang perlu diketahui yang berhubungan dengan khalayak yaitu Jenis kelamin,usia,pekerjaan, tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, latar belakang sosial dan budaya, kepercayaan yang dianut, partai politik yang dianut oleh khalayak, ketersediaan teknologi misalnya jaringan telekomunikasi dan mobilitas transportasi. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan strategi dalam menyusun rencana kampanye, termasuk dalam pemilihan media yang akan digunakan dan jenis pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat pada saat kampanye. 3. Merumuskan tujuan berdasarkan hasil dari analisis masalah yang dilakukan oleh spin doctor, kemudian ditetapkanlah tujuan yang ingin dicapai dari kampanye. Tujuan kampanye akan melahirkan tema kampanye. Spin doctor harus merancang tema kampanye yang memenuhi syarat pendek, padat dan mudah diingat, segar dan aktual, menjadi slogan yang populer, mencerminkan atau mewarnai program yang akan dilaksanakan, menarik perhatian khalayak dan menjadi motivasi para pengurus dan anggota partai, dan menjadi fokus perhatian partai. 4. Memilih media yang akan digunakan dalam kampanye harus disesuaikan dengan khalayak, baik itu dari segi ketersediaan dan teknologi yang mereka miliki maupun kemasan pesan yang akan disampaikan, misalnya saja kita menggunakan media televisi untuk menyampaikan pesan kampanye, tetapi ternyata, khalayak yang dituju tidak memiliki media televisi, maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam kampanye dan pemborosan dana. 5. Mengembangkan pesan. Menurut Albert Mehrabian dalam Irianto, dampak pesan komunikasi itu 7% bersumber dari pesan verbal, 38% dari suara nada suara, tinggi rendah suara, dan bunyibunyi lain, serta 55% dari pesan nonverbal. Hal ini menunjukkan bahwa pesan nonverbal sangat besar dampaknya bagi penyampaian pesan. Misalnya saja, seorang kandidat presiden dalam kampanyenya menyatakan bahwa dia akan memberantas korupsi sampai ke akarakarnya, tetapi dengan intonasi yang tidak tegas, tidak semangat, dan mimik wajah yang tidak bersunguh-sunguh, membuat khalayak merasa kurang yakin akan kesungguhan dari kandidat tersebut. Oleh karena itu tugas seorang spin doctor selain mendesain pesan-pesan yang dapat mempersuasi khalayak, juga mendesain bahasa nonverbal dari kandidat atau juru kampanye, mulai dari mimik wajah, gerakan tubuh, sampai bahkan model dan warna busana yang dikenakan oleh kandidat. 6. Merencanakan produksi media. Perencanaan produksi media mencakup penyusunan anggaran untuk kampanye melalui media komunikasi, memilih media yang tepat yang sesuai dengan sasaran khalayak yangdisesuaikan dengan anggaran produksi media yang telah direncanakan, dan merencanakan media apa yang akan memproduksi pesan-pesan kampanye yang akan kita sampaikan. Merencanakan komunikator atau juru kampanye, serta penyususnan pesan yang akan disampaikan melalui media kampanye yang telah dipilih. 7. Merencanakan manajemen program berupa pembagian tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kampanye, pembuatan jadwal kegiatan kampanye time shcedule hal ini tidak kalah pentingnya agar semua kegiatan kampanye dapat terjadwal dengan baik, sehingga tidak ada jadwal kampanye bertabrakan dan semua kegiatan kampanye dapat dipersiapkan dengan baik sebelum kegiatan tersebut berlangsung. 8. Monitoring dan evaluasi. Dari semua tahapan kegiatan yang telah dilakukan, maka diperlukan monitoring, yaitu pemantauan atas proses pelaksanaan sebuah program, monitoring dilakukan untuk memastikan bahwa setiap tahapan pelaksanaan program dilaksanakan sesuai dengan rencana awal. Sedangkan kegiatan evaluasi program dilakukan untuk mengukur hasil kampanye apakah sesuai atau meleset dari taget.

Salahsatu elemen penting dalam gelaran pemilu adalah keterlibatan para pemilih pemula, mengingat jumlah pemilih pemula dari data yang ada di setiap gelaran pemilu mencapai angka 30% (Hakim, Menurut Firmanzah (2012), marketing politik merupakan sebuah alat atau metode bagi peserta pemilu untuk melakukan pendekatan kepada public (pemilih

untuk menerima hal-hal baru. Oleh karena itu, lanjutnya marketing politik dimaksudkan sebagai penyebarluasan informasi tentang kandidat, partai dan program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik komunikator melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen sasaran tertentu dengan tujuan mengubah wawasan, pengetahuan, sikap, dan perilaku para calon pemilih sesuai dengan keinginan pemberi informasi. 6. Lees-Marshment Marketing politik berkonsentasi pada hubungan antara produk politik sebuah organisasi dengan permintaan pasar. Pasar menjadi faktor penting dalam sukses implementasi marketing politik. 7. Clemente Marketing politik sebagai pemasaran ide-ide dan opini-opini yang berhubungan dengan isu-isu politik atau isu-isu mengenai kandidat. Secara umum, marketing politik dirancang untuk mempengaruhi suara pemilih dalam pemilu. 8. Philip Kotler dan Neil Kotler Bahwa untuk sukses, seorang kandidat perlu memahami marketpasar, yakni para pemilih, beserta kebutuhan dasar mereka serta aspirasi dan konstituensi yang ingin kandidat representasikan. Empat Elemen Marketing Politik Dalam marketing politik, paling sedikit terdapat empat elemen yang perlu diperhatikan, yaitu; 1. Product Produk. Yang dimaksud di sini adalah produk yang ditawarkan oleh institusi politik, seperti yang dikutip Firmanzah dari Niffenegger, merupakan suatu yang kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setelah suatu partai atau seorang kandidat terpilih. Oleh karena itu, arti atau makna penting dari suatu produk politik tidak hanya terletak pada karakteristik yang dimiliki olehnya, tetapi juga pada konstruksi pemaknaan atau intepretasi yang dimiliki oleh pemilih. Produk politik itu sendiri menurut Niffenegger tediri dari party platform platform partai, past record rekaman masa lalu, dan personal characteristic karakteristik individual. Platform partai yang terdiri dari visi, ideologi, misi, tujuan, dan program partai merupakan salah satu produk yang dijual kepada pemilih, terutama pemilih rasional. Pemilih Universitas Sumatera utara tradisional terdiri dari orang-orang yang terdidik dan memiliki idealisme. Bagaimana negara ini dibangun, sangat sensitive terhadap platform dari suatu partai. Rekaman lampau apa yang sudah dilakukan sebelumnya bagi kepentingan publik adalah suatu produk yang layak dan pantas dijual kepada pemilih. Karakteristik individual berupa keteladanan dan ketokohan seseorang dalam masyarakat dapat dilihat sebagai suatu produk yang dijual pada masyarakat. 2. Place diterjemahkan secara harafiah berarti tempat. Tempat biasanya dihubungkan dengan dua hal. Satu, aksesbilitas produk terhadap konsumen. Apakah produk politik dapat diperoleh dengan mudah dari aspek waktu dan tingkat kesulitan atau tidak? Dua, letak posisi dari suatu produk politik. apakah suatu produk politik bisa diperoleh di tempat yang sesuai dengan strata sosial dari para pemilih. suatu produk politik memiliki segmen pasarnya. Produk politik yang disampaikan pada televise dikemas berbeda dengan yang disajikan di ruang dunia maya cyberspace tersebut. 3. Price. Dalam hal ini price harga dalam marketing politik meliputi banyak hal, menurut Niffenegger, yaitu harga ekonomi, harga psikologis, dan harga citra. Harga ekonomi merupakan kalkulasi segala biaya yang bisa dihitung nominalnya seperti biaya iklan, publikasi, pengerahan massa, “traktir politik”, administrasi pengorganisasian, dan sebagainya. Sedangkan harga psikologis merujuk kepada harga persepsi psikologis dari kandidat anggota legislatif atau top eksekutif pasangan presiden dan wakilnya serta kepala daerah dan wakilnya yang ditawarkan kepada pemilih. sementara harga citra berkaitan dengan kebanggaan yang diperoleh pemilih jika ia memilih kandidat. Kebanggan tersebut bertingkat-tingkat mulai dari kebanggan bersifat bertingkat-tingkat mulai dari kebanggan bersifat personal, keluarga, daerah sampai nasional. 4. Promotion promosi. Promosi merupakan suatu usaha untuk memikat pembeli melalui teknik komunikasi dengan berbagai media seperti cetak, elektronik, maupun interpersonal. Promosi yang baik harus memperhatikan 3P’ produk, place, dan, price yang dibahas diatas. Suatu produk tertentu yang terletak pada tempat tertentu dengan harga tertentu, harus dipromosikan dengan harga tertentu pula. Misalnya seorang kandidat yang ingin menunjukkan rekam jejaknya yang baik, maka dia harus melihat bagaimana agar rekam jejak itu menjadi kelihatan oleh pemilih, maka dia Universitas Sumatera utara akan melakukan promosi melalui media massa yang dapat dijangkau oleh pemilih, atau dengan menunjuk tokoh masyarakat sebagai tim suksesnya. 10 Partai Politik
elemen: ele.men. [n] (1) zat sederhana (tunggal) yang dianggap sbg komposisi bahan alam semesta (spt udara, tanah, air, api); (2) bagian (yg penting, yang dibutuhkan) dari keseluruhan yang lebih besar; unsur: pendidikan merupakan — penting dalam suatu negara; (3) alat pembangkit tenaga listrik secara kimia; (4) Fis zat yang tidak dapat
Marketing Politik Marketing politik juga menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik Firmanzah, 2007 Menurut Firmanzah 2008203, dalam proses Political Marketing, digunakan penerapan 4Ps bauran marketing, yaitu Produk product berarti partai, kandidat dan gagasan-gagasan partai yang akan disampaikan ini berisi konsep, identitas ideologi. Baik dimasa lalumaupun sekarang yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk politik. Promosi promotion adalah upaya periklanan, kehumasan dan promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemilihan media perlu dipertimbangkan. Harga Price, mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis, sampai citra nasional. Harga ekonomi mencakup semua biaya yang dikeluarkan partai selama periode kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis misalnya, pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama, pendidikan dan lain-lain . Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan dapat menjadi kebanggaan negara. Penempatan place, berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berati sebuah partai harus dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis maupun demografis. Menggunakan 4Ps marketing dalam dunia politik menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi lebih komprehensif. Marketing politik menyangkut cara sebuah institusi politik atau PARPOL ketika menformulasikan produk politik, menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik, strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik Firmanzah, 2008 211. Jadi, inti dari political marketing adalah mengemas pencitraan, publik figur dan kepribadian Personality seorang kandidat yang berkompetisi dalam konteks Pemilihan Umum PEMILU kepada masyarakat luas yang akan memilihnya Ibham 2008. Dalam hal ini tujuan marketing dalam politik adalah bagaimana membantu PARPOL untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau menjadi target dan kemudian mengembangkan isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka. Konsep pemasaran atau marketing yang selama ini dikenal dengan bauran pemasaran konvensional Jerome McCarthyn 1957, yaitu terdiri komponen 4-Ps’ product, price, place and promotion, kini telah berkembang menjadi dan sekaligus mempopulerkan salah satu pelaksanaan kegiatan bidang pemasaran politik atau yang disebut dengan political marketing. Pengembangan selanjutnya mengenai konsep pemasaran tersebut ke bidang lainnya secara lebih aplikatif, kreatif dan inovatif oleh pakar pemasaran moderen, Kotler pada tahun 1980-an yang merambah ke bidang selain program pemasaran yang bertujuan komersial, maupun non komersial yakni pemasaran bidang sosial atau kesejahteraan sosial, lalu berkembang lagi menjadi konsep komunikasi pemasaran terpadu dan hingga ke aktivitas pemasaran bidang politik. Didukung berkembangnya sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis seperti sekarang ini, maka fungsi dan peranan saluran media massa baik cetak maupun media elektronik, radio, internet dan ditambah dengan banyaknya saluran stasiun televisi yang bermunculan baik secara nasional atau TV lokal daerah ikut menggiatkan atau menyebarluaskan pesan-pesan, pemberitaan atau informasi melalui berbagai bentuk komunikasi pemasaran, dan pemasaran politik, program kampanye politik melalui saluran media publikasi, public relations, promosi, kontak personal dan kreativitas periklanan politik political advertising yang terpapar secara luas tanpa sekat atau bahkan melampaui batas-batas negeri atau borderless country kepada seluruh para pemirsanya tanpa terkecuali. Dikaitkan dengan pembahasan penyebarluaskan arus informasi dalam era globalisasi tersebut terdapat mitos yang mampu menciptakan ketiadaan ruang, jarak dan waktu sebagai akibat kebebasan masyarakat memperoleh informasi secara bebas, langsung tanpa tekanan, tidak ada lagi batasan teritorial, tidak ada lagi sesuatu peristiwa atau kejadian tanpa kecuali yang dapat ditutup-ditutupi oleh setiap negara, lembaga lainnya dan termasuk upaya perorangan ingin menyembunyikan sesuatu informasi demi kepentingan sepihak. Pendekatan kampanye politik atau political campaign approach untuk mendukung penggiatan pemasaran politik atau political marketing activity tersebut sebagai upaya selain bertujuan untuk Membentuk preferensi bagi pihak setiap pemilih dalam menentukan suaranya, tujuan lainnya adalah; Ingin merangkul simpati pihak kelompok-kelompok atau the third influencer of person and groups seperti tokoh masyarakat, agama, adat, eksekutif dan artis atau selebritis terkenal lainnya. Memiliki daya tarik bagi kalangan media massa baik cetak maupun elektronik, termasuk memanfaatkan penggunaan atribut kanpanye, poster, spanduk, iklan politik di media-massa, termasuk melalui situs atau blog internet untuk mempengaruhi pembentukan opini publik dan citra secara positif demi kepentingan membangun populeritas tinggi atau menebar pesona sang kandidat dan aktivitas parpol yang bersangkutan sebagai kontestan yang siap berlaga dalam setiap siklus pelaksanaan Pemilihan Umum Menurut Kotler and Neil 19993, bahwa konsep political marketing, atau pengertian Political Marketing adalah “Suatu penggiatan pemasaran untuk menyukseskan kandidat atau partai politik dengan segala aktivitas politiknya melalui kampanye program pembangunan perekonomian atau kepedulian sosial, tema, isu-isu, gagasan, ideologi, dan pesan-pesan bertujuan program politik yang ditawarkan memiliki daya tarik tinggi dan sekaligus mampu mempengaruhi bagi setiap warga negara dan lembaga/organisasi secara efektif.” Khususnya pelaksanaan konsep political marketing tersebut yang pernah dimanfaatkan oleh salah satu pemimpin dunia yaitu, pasangan Bill Clinton dan Al Gore tahun 1990-1992 dalam persaingan antar kontestan menjadi kandidat atau calon Presiden dan Capres Amerika Serikat. Sebagai kampiun demokrasi dan sekaligus menjadi menjadi tonggak penting sejarah dalam penerapan konsep -konsep pemasaran politik secara efektif untuk berkompetisi dalam Pemilu secara bebas dan langsung meraih suara terbanyak, tahapan selanjutnya berhasil memenangkan pertarungan dan terpilih menjadi Prisiden AS ke-45, periode 1993 – 2001. Menurut Baines terjemahan dari Nursal 20048 bahwa “Perkembangan political marketing yaitu pelaksanaannya dimulai dari negara-negara maju dengan sistem demokrasi seperti pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan dan hingga negara berkembang seperti Indonesia”. Tidak terlepas peranan Charles Baker telah menciptakan suatu konsep iklan politik sebagai alat media promosi pemasaran politik, dan definisi pemasaran politik kini telah banyak mengalami perubahan-perubahan dari konsep dan tujuannya, yaitu Menurut konsep Shama 1975 & Kotler 1982 yang memberikan penekanan pada proses terjadinya transaksi antara pemilih dan kandidat. Lock & Harris 1996 yang mengusulkan agar pihak political marketing memperhatikan positioning and segmentation para kandidat atau parpol. O’Leary & Iradela 1976, yaitu perhatiannya dalam penggunaan marketing-mix untuk mempromosikan partai-partai politik kepada khalayak sasarannya. Wring 1997 lebih memperhatikan penggunaan survei atau riset opini publik dan termasuk analisis lingkungan. Menurut Lees-Marshment 2005 5–6, produk partai politik terdiri atas delapan komponen. kepemimpinan leadership yang mencakup kekuasaan, citra, karakter, dukungan, pendekatan,hubungan dengan anggota partai, dan hubungan dengan media. anggota parlemen members of parliament yang terdiri atas sifat kandidat, hubungan dengan konstituen. keanggotaan membership dengan komponen-komponen kekuasaan, rekrutmen, sifat karakter ideologi, kegiatan, loyalitas, tingkah laku, dan hubungan dengan pemimpin. staf staff, termasuk di dalamnya peneliti, para profesional, dan penasihat. simbol symbol yang mencakup nama, logo, lagu/ himne. konstitusi constitution berupa aturan resmi dan konvensi. kegiatan activities, di antaranya konferensi, rapat partai. kebijakan policies berupa manifesto dan aturan yang berlaku dalam partai. Jika kita cermati dengan saksama, kedelapan produk tersebut tidak lain tidak bukan adalah ”isi perut” partai politik. Seandainya kedelapan produk itu yang dipasarkan kepada konstituen, dengan sendirinya akan berlangsung proses pendidikan politik. Konstituen menjadi mengerti apa yang menjadi gagasan, karsa, dan karya serta orang-orang sebuah parpol. Bilamana semua parpol melakukan hal yang sama tentu khalayak dapat membandingkan isi perut antarparpol; partai mana yang lebih menjanjikan perubahan dan partai mana yang hanya membual saja. Dampak pemasaran politik bersifat resiprokal artinya politik mempengaruhi pemasaran yang pada akhirnya fungsi pemasaran akan mempengaruhi opini untuk membangun dukungan politik Candif & Hilger 1982 Dalam pemasaran politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang bertarung. Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah komunikasi politik, dikenal sebagai pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa adanya. Kandidat bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memasarkan dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan Ramadhan” atau “Selamat Tahun Baru Imlek” dengan embel-embel nama atau photo kandidat. Semakin banyak jenis bentuk pure publicity yang digarap, maka akan semakin populer kandidat. free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Misalnya saja dengan tampil menjadi pembicara di sebuah forum yang diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor gerakan anti narkoba, turut berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah daerah kantung pemilih dan lain-lain. tie-in publicity yakni dengan memanfaatkan extra ordinary news kejadian sangat luar biasa. Misalnya saja peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa, dengan sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa semacam itu, sangat menguntungkan kandidat. paid publicity sebagai cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa. Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan menyediakan anggaran khusus untuk belanja media. Sejak era reformasi dan kemudian disusul sistem pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung, terdapat fenomena yang tidak pernah ada pada masa orde baru yaitu marketing politik. Marketing politik merupakan akibat logis dari dibukanya sistem politik yang demokratis, dimana pemilih bebas menentukan pilihan. Politik yang demokratis kini analog dengan kompetisi dalam dunia bisnis, dimana kandidat harus memperebutkan calon pemilih konsumen sebagai khalayak sasaran. Salah satu alat yang lazim digunakan dalam marketing politik adalah iklan, disamping berbagai tools komunikasi lainnya. Menurut Yulianti 2004, iklan politik televisi muncul pertama kali tahun 1952 dan selalu sarat dengan kontroversi. Contoh, iklan politik Lyndon B Johnson tahun 1964, yang kondang disebut iklan “Bunga Daisy”. Dalam spot iklan ditayangkan seorang gadis cilik tengah memetik bunga aster daisy saat sebuah bom atom meledak dengan jamur api maha dahsyat membumbung tinggi. Iklan politik itu dimaksudkan untuk menyebarkan ketakutan rakyat mengenai kecenderungan Barry Goldwater, lawan politik Johnson, untuk memulai sebuah perang nuklir dengan Uni Soviet. Iklan politik itu hanya ditayangkan sekali pada 7 September 1964 di televisi CBS sebab Goldwater mengancam menggugat Johnson dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Meski dicabut, iklan itu berulang-ulang ditayangkan dalam pemberitaan setelah kontroversi menjadi perdebatan publik. “Bunga Daisy” merupakan satu dari ratusan iklan politik sepanjang lebih dari 50 tahun sejarah perkembangannya. Iklan politik selalu menarik perhatian publik AS selama 13 kali pemilihan presiden, meski diperlukan uang luar biasa besar. Pada kampanye Pemilu 1988, tiap calon presiden mengeluarkan dana rata-rata 228 juta dollar AS untuk belanja iklan politik. Jumlah ini sekitar 8,4 persen dari biaya kampanye keseluruhan. Di Indonesia iklan politik semakin penting digunakan para politisi dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden, tetapi juga tak lepas dari kontroversi. Pakar politik Arbi Sanit misalnya menilai langkah sejumlah tokoh politik yang mengiklankan dirinya di media massa saat ini untuk menghadapi pemilu 2009 merupakan bentuk kecurangan kepada masyarakat. Sebab menurutnya lewat iklan itu masyarakat tak dapat menilai kapasitas seseorang. Lebih jauh Arbi, seperti dikutip Kompas mengatakan “Lewat iklan itu, masyarakat hanya diajak untuk memilih orang yang populer. Ini menjebak rakyat karena pemimpin tidak cukup bermodalkan popularitas tetapi harus memiliki pengalaman dan terbukti teruji. Di Indonesia iklan membuat orang dapat berubah citra dalam waktu singkat. Seharusnya, orang itu juga harus membuktikan kemampuannya, misalnya membuat partainya memenangi pemilu. Iklan oleh aktivis parpol terbukti efektif mempengaruhi rakyat. Ini terlihat pada Pemilu 2004. Momen itu Pemilu 2004 yang memancing adanya kesalahan jalan politik kita, terutama lewat iklan.” Berbeda dengan Arbi Sanit, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir yang juga gencar melakukan iklan politik mengatakan, PAN dan kader yang dimilikinya memang harus mempromosikan diri. Apalagi, sistem pemilihan presiden langsung mengharuskan seseorang harus dikenal luas masyarakat sebelum rakyat menentukan pilihan. Sementara Calon presiden lain Wiranto, menyangkal jika iklan tentang kemiskinan yang dibuatnya belakangan ini bertujuan politis Kompas, 22 Mei 2008. Membahas iklan politik memang menarik, apalagi di Indonesia bidang ini belum banyak dikaji. Selain kontroversi yang meliputinya, isu lain adalah seberapa efektif sebenarnya iklan politik untuk menjaring massa pemilih. Tanpa kajian yang jelas tentu para kandidat hanya menghabiskan dana milyaran rupiah dengan percuma untuk memproduksi dan menayangkan iklan. Pembahasan berikut akan melihat sampai dimana potensi iklan sebagai alat marketing politik. Potensi Iklan Politik Menurut Linda Lee Kaid dalam Putra 2007, iklan politik adalah proses komunikasi dimana seorang sumber biasanya kandidat dan atau partai politik membeli atau memanfaatkan kesempatan melalui media massa guna meng-exposure pesan-pesan politik dengan sengaja untuk mempengaruhi sikap, kepercayaan dan perilaku politik khalayak. Iklan sendiri dapat dimaknai sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha untuk memberikan informasi, membujuk dan meyakinkan Sudiana, 19861. Seperti halnya dengan iklan komersial, tujuan iklan politik tak lain adalah mempersuasi dan memotivasi pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut iklan politik tampil impresif dengan senantiasa mengedepankan informasi tentang siapa kandidat menonjolkan nama dan wajah kandidat, apa yang telah kandidat lakukan pengalaman dan track record kandidat, bagaimana posisinya terhadap isu-isu tertentu issues posisition dan kandidat mewakili siapa group ties. Isi content Iklan politik senantiasa berisi pesan-pesan singkat tentang isu-isu yang diangkat policy position, kualitas kepemimpinan character, kinerja track record-nya dan pengalamannya. Iklan politik, sebagaimana dengan iklan produk komersial yang tak hanya memainkan kata-kata word, tetapi juga, gambar, suara dan musik. Secara umum, ada sembilan tahapan proses terkait dengan pembuatan dan penyiaran iklan, baik iklan media cetak maupun media elektronik Johnson, 2001 dalam Nursal 2004 254, yakni Riset tentang unsur-unsur mana dari bagian produk politik yang akan disampaikan untuk mendukung positioning kontestan, disampaikan dengan cara apa, melalui media mana, dan berapa durasi atau luas halaman dan frekuensi pemasangan iklan tersebut. Riset ini dapat dilakukan dengan focus group analysis, benchmark survey, dan targeting analysis. Keputusan pembelian, yakni membuat komitmen pembelian ruang atau waktu terhadap media-media yang dipilih. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pembelian ruang atau waktu media ini adalah masalah optimalisasi penggunaan uang. Isu penting dalam hal ini adalah bagaimana menggunakan waktu tayang atau ruang media secara efisien melalui kesepakatan bisnis yang saling menguntungkan antara kon-testan dengan pihak media. Mengembangkan konsep kreatif iklan yang meliputi desain pesan, penggunaan talent, visual kunci, suara kunci, dan berbagai aspek kreatif lainnya. Konsep ini didiskusikan secara mendalam sampai dirasa sempurna. Memproduksi iklan dengan beberapa varian Menguji respon para pembaca atau pemirsa terhadap iklan yang telah diproduksi tersebut melalui suatu riset. Tahap ini untuk mengetahui responden mana yang paling mernberikan respon yang diharapkan, dan mendapat masukan mengenai perbaikan konsep kreatif dan eksekusi iklan. Produksi final iklan adalah menyempurnakan hasil produksi sesuai dengan masukan dari hasil uji respon responden Peluncuran iklan dengan sebuah konferensi pers untuk mendapat gaung komunikasi yang luas Menyiarkan iklan Menganalisis dampak iklan yang ditayangkan. Hasil analisis ini memungkinkan untuk meneruskan, mengubah. atau menghentikan konsep iklan. Iklan politik. khususnya iklan audiovisual, memainkan peranan strategis dalam political marketing. Nursal 2004 256 mengutip Riset Falkowski & Cwalian 1999 dan Kaid 1999 menunjukkan, iklan politik berguna untuk beberapa hal berikut Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak-pastian pilihan karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu. Alat untuk melakukan rekonfigurasi citra kontestan. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap kandidat dan even-even politik Untuk mencapai sasaran obyektifnya iklan politik, harus menjawab lima pertanyaan dasar yang diajukan oleh Beaudry dan Schaerier 1986. Pertama, apa pesan tunggal yang paling penting untuk disampaikan kepada para pemilih. Kedua, siapa para pemilih yang dapat dipersuasi untuk memilih anda. Ketiga, metode apa yang paling efektif digunakan agar pesan anda sampai kepada pendukung potensial. Keempat, kapan saat terbaik untuk menyampaikan pesan anda kepada audiens yang dibidik. Kelima, sumberdaya apa yang tersedia untuk menyampaikan pesan kepada audiens yang diinginkan Nursal, 2004230 Gaya iklan yang efektif di Amerika dan Asia berbeda karena adanya perbedaan kultur. Menurut Yukio Nakayama Cakram, Januari 2002, ada delapan kata kunci agar sebuah iklan dapat menyentuh perhatian khalayak Emosi. Iklan yang mampu menggugah emosi pemirsanya biasanya akan diterima secara lebih utuh oleh khalayak sasaran. Mereka akan lebih mudah menjadi bagian dari iklan yang disajikan. Empati. Dengan upaya membangun empati dalam iklan, pemirsa akan digerakkan untuk berpihak pada pesan yang akan disampaikan. Hal ini bukan suatu hal yang mudah, diperlukan cara penyampaian pesan yang relevan dan dapat dipercaya. Obsesi. Perlihatkan dalam iklan bahwa obsession, dan semangat untuk meraih sesuatu. Konsumen para pemilih akan tergerak untuk meraih hal-hal yang positif dan mengalahkan suatu tantangan. Mimpi. Ini merupakan harapan yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Mimpi seringkali menjadi pendorong semangat untuk mencapai sesuatu. Kita selalu mempunyai harapan dan mimpi yang membuat kita selalu menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Kecerdasan. Konsumen para pemilih menghargai kecerdasan yang muncul dari iklan-iklan yang disaksikannya. Pemirsa bukanlah orang-orang yang bodoh, mereka menghargai iklan-iklan yang tampil cerdas dan mampu membuat mereka berseru aha! Moral. Sisi moral merupakan bagian penting dari kehidupan anak manusia. Kejelian mengolah hal ini membuat sebuah ikian akan terus dikenang. Realitas. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, yang tak dapat kita tolak, membuat iklan betul-betul scbagai realitas. Suatu hal yang nyata dan terjadi di sekitar kita. Tenderness. Sikap kasih dan pengertian merupakan hal penting yang mampu membuat konsumen ikut bersama pesan yang disampaikan. Lebih jauh iklan politik juga berfungsi membentuk image kandidat. Iklan sebagai bagian dari marketing politik adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan image politik di benak masyarakat dan meyakinkan publik mengenainya. Menurut Peteraf dan Shanley 1997 image bukan sekadar masalah persepsi atau identifikasi saja, tetapi juga memerlukan pelekatan attachment suatu individu terhadap kelompok atau group. Pelekatan ini dapat dilakukan secara rasional maupun emosional. Image politik, menurut Herrop 1990, dapat mencerminkan tingkat kepercayaan dan kompetensi tertentu partai politik. Di sini, image politik didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi masyarakat publik akan suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik. Image politik seperti terlihat dalam produk iklan tidak selalu mencerminkan realitas obyektif. Suatu image politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak real atau imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Image politik dapat diciptakan, dibangun dan diperkuat. Image politik dapat melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Image politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Di samping itu, image politik dapat memengaruhi pula opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu. Misalnya, katakanlah suatu partai politik memiliki image sebagai partai yang tiradisional, di mana nilai-nilai tradional lokal menjadi tujuan perjuangan. Image tersebut dapat memotivasi aktor-aktor politik dalam partai tersebut untuk selalu mengacu pada hal-hal yang bersifat tradisional. Selain itu, masyarakat awam pun niscaya memposisikan partai tersebut sebagai institusi yang memperjuangkan nilai-nilai tradisional. Perlu dicatat di sini bahwa ciri tradisional sering dibedakan dengan modern. Ketika suatu partai politik dicap sebagai tradisionalis, otomatis partai tersebut memiliki sistem nilai yang bertolak belakang dengan ide-ide modern. Linda Kaid dalam Putra, 2007 lebih lanjut menjelaskan, ada tiga pengaruh iklan televisi terhadap para pemilih, yakni pengetahuan pemilih, persepsi terhadap kontestan, dan preferensi pilihan. Pengaruh pertama ditunjukkan oleh identifikasi nama kontestan atau kandidat yang disebut sebagai brand name recognition. Untuk identifikasi nama, iklan lebih efektif dibandingkan komunikasi melalui pemberitaan, khususnya untuk kandidat atau kontestan baru. Para pemilih juga lebih mudah mengetahui isu-isu spesifik dan posisi kandidat terhadap isu tertentu melalui iklan dibandingkan dengan pemberitaan. Pemilih yang tingkat keterlibatannya sedikit dalam kampanye lebih terpengaruh oleh iklan politik. Pengaruh kedua adalah efek pada evaluasi kandidat atau kontestan. Iklan televisi memberi dampak signifikan terhadap tingkat kesukaan terhadap kontestan atau kandidat, khususnya terhadap policy serta kualitas kandidat yang meliputi kualitas instrumental, dimensi simbolis. dan feno-tipe optis karakter verbal dan nonverbal. Dampak tersebut bisa negatif dan bisa pula positif. Tingkat pengaruh tersebut tergantung pada konsep kreatif, eksekusi produksi, dan penempatan iklan tersebut. Pengaruh ketiga adalah preferensi pilihan. Berbagai stu-di eksperimental menunjukkan, iklan politik mempunyai pengaruh terhadap preferensi pilihan, khususnya bagi pe-milih yang menetapkan pilihan pada saat-saat terakhir. Variabel penting yang mempengaruhi preferensi tersebut adalah formasi citra dan tingkat awareness para pemilih terhadap kontestan. Pemilih yang keteriibatannya dalam dunia politik rendah lebih mudah dipengaruhi oleh iklan politik dibandingkan pemilih yang keteriibatannya lebih tinggi. Dari sisi sifat pesan, iklan dapat juga digolongkan menjadi iklan positif dan iklan negatif. Iklan positif adalah iklan yang memuat keunggulan dari sebuah kontestan yang dipasarkan Sedangkan iklan negatif adalah iklan tentang kelemahan pesaing. Iklan negatif lebih cepat menarik per-hatian pemilih ketimbang iklan positif. Namun demikian, iklan negatif tidak selalu memberi citra positif kepada pi-hak yang menggunakan. Karena itu, penggunaan iklan negatif harus memperhitungkan risikonya. Nursal 2004 234 mengadaptasi Kotler 1995 dan Peter dan Olson 1993, ada beberapa tahap respon pemilih terhadap stimulasi tersebut Awareness, yakni bila seseorang dapat mengingat atau menyadari bahwa sebuah pihak tertentu merupakan sebuah kontestan Pemilu. Dengan jumlah kontestan Pemi-lu yang banyak, membangun awareness cukup sulit dila-kukan, khususnya bagi partai-partai bam. Seperti sudah menjadi hukum besi political marketing, secara umum para pemilih tidak akan menghabiskan waktu dan ener-ginya untuk menghafal nama-nama kontestan tersebut. Yang terang, seorang pemilih tidak akan memilih kontestan yang tidak memiliki Brand awareness. Knowledge, yakni ketika seorang pemilih mengetahui beberapa unsur penting mengenai produk kontestan tersebut, baik substansi maupun presentasi. Unsur-unsur itu akan diinterpretasikan sehingga membentuk makna politis tertentu dalam pikiran pemilih. Dalam pemasaran produk komersial, tahap ini disebut juga sebagai tahap pembentuk brand association dan perceived quality. Liking, yakni tahap di mana seorang pemilin menyukai kontestan tertentu karena satu atau lebih makna politis yang terbentuk di pikirannya sesuai dengan aspirasinya. Preference, tahap di mana pemilih menganggap bahwa satu atau beberapa makna politis yang terbentuk sebagai interpretasi terhadap produk politik sebuah kontestan tidak dapat dihasilkan secara lebih memuaskan olch kontestan lainnya. Dengan demikian, peniilih tersebut memiliki kecenderungan unluk memilih kontestan tersebut. Conviction, pemilih tersebut sampai pada keyakinan untuk memilih kontestan tertentu. Sedangkan tipe-tipe pemilih dapat dibedakan sebagai berikut Firmanzah, 2007 Pemilih Rasional Pemilih memiliki orientasi tinggi pada “policy-problem-solving” dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Pemilih Kritis Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal usul, faham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik. Untuk Indonesia, pemilih jenis ini masih merupakan mayoritas. Pemilih Skeptis Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai politik. Kritik terhadap Iklan Politik Al Ries dan Laura Ries 2002 melalui karyanya yang menyentak kalangan periklanan, The Fall of Advertising and the Rise of PR, menyebut era periklanan tengah berakhir. Iklan gagal menyajikan kredibilitas di hadapan pemirsa dan meningkatkan penjualan produk. Ries dan Ries sendiri bukan antiperiklanan; keduanya meletakkan periklanan sebagai kelanjutan public relations PR. PR-lah yang membentuk merek citra, yang selanjutnya diperteguh iklan. Jadi, memercayai iklan untuk meyakinkan pemirsa akan kredibilitas isi tayangannya menjadi pekerjaan sia-sia. Iklan adalah murni wilayah komersial, siapa pun bisa beriklan asal mampu membayar. Logis jika partai besar dengan sumber dana berlimpah lebih mampu beriklan ketimbang parpol gurem. Ketika beriklan, parpol menjual program dan gagasan, sama dengan perusahaan yang ingin menjual produk. Namun, banyaknya iklan tidak menjamin produk kian laku. Juga dalam kampanye pemilu, membeli iklan di media bukan otomatis membeli suara pemilih. Meningkatnya dukungan suara tidak sepenuhnya disebabkan keberhasilan teknik beriklan, terlebih lagi untuk iklan politik. Preferensi pemirsa tidak secara linier berubah dengan adanya iklan-iklan yang menggunakan teknik atau kreativitas tinggi. Oleh karena itu, logis bila mayoritas pemirsa-pemilih ada yang menyebut angka 70 persen sudah menentukan akan memilih siapa dalam pemilu presiden. Fenomena keterisolasian iklan dari preferensi pemilih berlaku tidak hanya di negara yang ikatan primodial dan paternalismenya kuat, tetapi juga ditemui di negara- negara yang memiliki tradisi kuat berdemokrasi. Iklan dibuat sebagai alat memengaruhi dukungan publik. Namun, karena realitas keterisolasian iklan dengan preferensi pemilih, tujuan ini tidak efektif untuk memperluas dukungan suara. Kecuali, memperteguh pendapat pemilih yang telah mengikatkan emosinya. Jadi, iklan bukan pada posisi untuk memengaruhi, melainkan menguatkan pendirian-pendirian pemilih yang memiliki ikatan tradisional tertentu dengan capres Putra, 2007. Maulana 2004 melihat ada modal utama yang bisa disajikan oleh iklan politik yaitu kredibilitas. Karena tidak memiliki kredibilitas, iklan-iklan politik rapuh untuk gagal. Seolah dengan iklan, kredibilitas dapat diraih. Inilah faktor utama yang menyebabkan iklan-iklan politik di televisi tidak mendapatkan hasil efektif. Menurutnya bila dihubungkan dengan keterbukaan informasi, iklan politik kita juga menjadi kurang relevan karena disitu rakyat masih dipersepsikan bodoh. Lambat atau cepat, keterbukaan informasi akan memengaruhi transformasi pola memilih. Rakyat kritis menghilangkan eksistensi iklan sebagai pendulang suara. Alih-alih dipercayai, iklan dipandang sebagai alat manipulasi; motif iklan tersingkap, yakni sebagai penopeng kandidat. Klaim-klaim positif yang disajikan melalui iklan bukannya meneguhkan pilihan rakyat, tetapi membalikkan persepsi yang dikehendaki kandidat. Citra yang dibangun di media pada akhirnya mampu ditangkap sebagai representasi fakta yang bertujuan untuk menguntungkan kandidat. Di sini berlaku penegasian; apa yang disajikan positif dipersepsi dan disimpulkan negatif. Stanley 2004 misalnya mencontohkan meskipun iklan yang sering ditampilkan pada pemilu 2004 adalah si moncong putih ternyata PDI-P gagal memimpin perolehan suara pada pemilu lalu. Ini menunjukkan walaupun sukses menampilkan iklan hal itu belum tentu berdampak signifikan pada perolehan suara. Orang-orang partai masih dituntut bekerja keras di lapangan untuk memenangkan partai. Iklan politik yang ada saat ini sama sekali tidak ada yang positif. Sama sekali tidak mendidik. Tidak banyak yang menjelaskan komitmen partai terhadap berbagai persoalan yang masih dialami bangsa ini. Iklan-iklan itu hanya mengajak pemilih mencoblos tanda gambar. Tidak memilih nama orang. Wajar kalau orang awam tidak tahu jika ada yang baru dalam pemilu lalu. Lebih jauh Stanley mengkritik kualitas iklan politik kita ”Iklan politik itu seharusnya lebih banyak berbicara tentang bagaimana audience harus memilih. Visi dan misinya bagaimana dan seperti apa. Iklan politik yang ditampilkan saat ini belum membahas masalah segmentasi. Siapa segmen pemilih dan sebagainya. Ini sebagai akibat iklan politik tidak dapat dimengerti oleh partai politik dan tim kreatif. Teman-teman partai tidak punya gambaran tentang segmen pendukung mereka siapa dan apa yang mau mereka capai dalam kampanye melalui media itu. Semuanya jadi tidak jelas. Mereka bisa saya katakan miskin ide komprehensif. Mereka tidak punya kemampuan membahasakan ide yang seharusnya brillian. Jadi, yang keluar ya yang enteng-enteng saja. Parahnya, teman-teman di tim kreatif–yang sebenarnya memiliki kemampuan menciptakan produk iklan yang baik–tidak mengetahui apa keinginan partai. Yang ada akhirnya sekadar saling percaya. Pokoknya percaya bahwa tim kreatif mampu membuat iklan PDI-P yang pas. Akibatnya, ya muncullah iklan si moncong putih.” Belakangan ini pakar politik menemukan kenyataan bahwa opini publik dibentuk oleh mood, emosi dan perasaan individu. Berangkat dari kenyataan maka iklan-iklan politik belakangan ini umumnya lebih mengeksploirasi faktor emosi ketimbang menjual isu-isu atau kebijakan-kebijakan kandidat. Fenomena iklan dalam kampanye Pilkada seharusnya memberikan ruang terbuka bagi pemilih untuk belajar menjadi pemilih yang cerdas. Namun sayang sekali iklan politik belum mengajak warga untuk berpikir cerdas Putra, 2007. Sedangkan dengan sinis Hikmat Budiman Koran Tempo, 27 Maret 2004 mengatakan Iklan komersial memang tidak pernah dirancang untuk memaparkan kebenaran seperti para pendidik, melainkan justru melakukan surogat, mengelabui massanya dengan memutarbalikkan realitas seperti yang biasa dilakukan para ideolog tempo dulu. Iklan pencuci rambut, misalnya, menciptakan kenyataan palsu tentang begitu memalukannya kalau ada kelemumur pada rambut. Tapi sejauh ini tidak pernah ada somasi dengan tuduhan, misalnya, “tidak memberi pendidikan kultural” kepada publik. Mengukur Kekuatan Dengan melihat pembahasan diatas kita melihat bahwa iklan politik memiliki kekuatan dan kelemahan. Terutama mengenai efektivitasnya dalam menjangkau pemilih. Sampai saat ini para ahli masih berbeda pendapat mengenai efektivitas iklan politik guna memenangkan pemilu dan meraih suara sebanyak mungkin. Roderick Hart, profesor ilmu politik Universitas Texas mengatakan, tidak ada kajian dan penelitian cukup yang bisa memastikan apakah iklan politik bisa menggalang suara bagi para calon presiden. Ditambahkan, ada semacam kepercayaan di masyarakat, betapa pun kuatnya pengaruh iklan di televisi, efektivitas iklan politik belum terjamin seperti halnya iklan sabun atau produk lainnya. Banyak kajian menunjukkan swing voters, pemilih berpindah dukungan karena dipengaruhi iklan politik, kampanye, penampilan kandidat, atau program partai, persentasenya sangat kecil. Di Amerika Serikat, jumlah swing voters hanya 15 persen dari total pemilih. Mereka inilah yang sebetulnya jadi sasaran utama iklan politik karena sebetulnya sebagian besar pemilih sudah memiliki party identification. Pemilih tipe ini loyal pada partainya serta tidak akan terpengaruh oleh kampanye atau iklan politik. Kenneth Goldstein, ahli ilmu politik Universitas Wiscounsin mengatakan, iklan politik bisa mempengaruhi, terutama dalam pemilihan antara dua calon presiden yang memiliki kualitas dan kemampuan hampir sama. Di negara maju, partai politik yang bersaing dalam pemilu memiliki massa fanatik sendiri yang disebut true believers sehingga suara swing voters yang kecil akan sangat menentukan kemenangan Yulianti, 2004. Dengan demikian jelas bahwa iklan politik memang seharusnya tidak dijadikan sebagai alat utama dalam kampanye kandidat, namun hanya sebagai alat penunjang. Kita tahu bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih akan ditentukan paling tidak oleh kondisi awal pemilih lihat tipologi pemilih hal. 9, media masa iklan dan berita serta partai politik atau kontestan. Bisa jadi faktor keluarga dimana individu hidup didalamnya akan lebih kuat sehingga sangat menentukan pilihan-pilihan politik. Atau kualitas pendidikan dalam masyarakat sangat tinggi, sehingga mereka tidak begitu saja percaya dengan pemberitaan atau iklan. Dalam konteks komunikasi pemasaran, supaya efektif iklan politik juga harus diletakkan dalam konteks integrated communication. Artinya harus juga didukung oleh alat komunikasi lainnya dan yang lebih penting adalah kredibilitas kandidat atau partai politik itu sendiri.

AufHandelsblatt lesen Sie News über Unternehmen, Finanzen, Politik und Technik. Die Nr. 1 der Finanz- & Wirtschaftszeitungen. Substanz entscheidet.

Marketing Político 27 de Maio de 2020 As eleições municipais estão chegando e o planejamento das ações de marketing a essa altura do campeonato já deveriam estar prontos. Sabemos que nem todos os candidatos compreendem a importância de uma campanha bem estruturada e se apegam unicamente às redes sociais, sem uma estratégia definida, ou no boca a boca para divulgação. Por esse motivo, hoje elaboramos este artigo para que compreendam o que é o marketing político e, principalmente, entendam qual a sua importância para o sucesso de uma campanha eleitoral. Definição de marketing político O cientista político Rubens Figueiredo explica o marketing político como “conjunto de técnicas e procedimentos que tem como objetivos adequar uma candidatoa ao seu eleitorado potencial, procurando fazê-lo, num primeiro momento, conhecido do maior número de eleitores possível”. Em resumo é toda estratégia que um político ou partido utiliza para comunicar-se com seu eleitorado, entendendo suas necessidades e principalmente adequando sua campanha a essas indigências. Toda estratégia de marketing político deve conter uma comunicação transparente para que o eleitorado tenha consciência dos objetivos e metas do seu candidato. Em outras palavras, o objetivo do marketing político não é só ganhar uma eleição, mas construir a imagem de um candidato de forma sólida e consistente para seu eleitorado. Para construir essa imagem entramos nas estratégias essenciais para uma boa campanha de marketing político. Principais estratégias de marketing político 1. Pesquisa de eleitorado Conhecer seu público é fundamental em qualquer estratégia de marketing. Contudo, no marketing político é ainda mais importante conhecer o seu eleitorado. Quando o candidato conhece detalhadamente seu eleitor ele consegue traçar melhor a estrutura da sua campanha e se comunicar com os eleitores em uma linguagem adequada. Entretanto, as pesquisas não podem se limitar somente a traçar quem é seu eleitorado. Busque compreender o comportamento, anseios, necessidades, quais as principais dores que essa pessoa tem em relação às políticas públicas, dentre outros pontos, assim você conseguirá construir melhor suas estratégias. É muito importante ressaltar que as pesquisas devem ser realizadas antes, durante e depois das eleições. 2. Desenvolva uma marca Após conhecer o público, construa sua marca. Pelo que você quer ser conhecido? Se você tem um público muito simples, construir uma marca muito requintada pode afastá-lo, fazendo-o acreditar que esse candidato não atender às suas necessidades. Reforçamos aqui que construir uma marca não é só fazer um logotipo, mas estabelecer toda forma de comunicação que o candidato irá adotar, ou seja, slogan, jingles, o tom da comunicação, dentro outros pontos. Fugindo do posicionamento político, um exemplo de campanha bem sucedida foi a de Jair Bolsonaro, nosso atual presidente, que cunhou o lema Brasil acima de tudo, Deus acima de todos. Só pelo seu slogan de campanha conseguimos atingir a parcela religiosa da nação que corresponde cerca de 64,3% da polução brasileira e outra parcela patriota do Brasil. O que o tornou um candidato tão relevante e culminou com a conquista da presidência. Por isso é importante construir uma marca bem consistente e clara, para que seu eleitorado entenda bem seus objetivos. 3. Construa uma comunidade Uma coisa fundamental para todo candidato é ter uma comunidade, um grupo de pessoas que o acompanhe. Afinal, uma comunidade é constituída dos próprios representados que poderão te eleger. Grupos nas redes sociais, lista de transmissão no WhatsApp ou um canal no Telegram são excelentes alternativas para construção de uma comunidade. Logo, uma atitude muito importante ao se construir uma comunidade é a interação. Responda a seu público, comunique-se com eles e mostre-se sempre próximo as suas necessidades. 4. Invista em bons conteúdos Baseado nos objetivos que divulgou ao longo de toda sua campanha, entregue bons conteúdos ao seu público. Eduque seu eleitorado, ensine aquilo que tem consciência que muitas vezes ele não compreende. Engana-se o candidato que imagina que a ignorância seja a arma para conquistar seu público. Na verdade a informação de qualidade, com embasamento, é a melhor estratégia para que o eleitor possa inclusive defendê-lo frente a outros candidatos. Com a construção e propagação de bons conteúdos o candidato tem maior chance de aumentar a sua comunidade, uma vez que uma pessoa poderá marcar outra e compartilhar o conteúdo, alcançando assim mais possíveis eleitores. 5. Use as redes sociais a seu favor Gostamos sempre de destacar que as redes sociais são uma excelente ferramenta em uma estratégia de marketing, mas não é a única estratégia, ok? E principalmente redes sociais sem planejamento dificilmente funcionam. Aproveitando todo o isolamento social e a amplitude das redes sociais você conseguirá alcançar muitas pessoas ao longo de sua campanha. Lucas Gabriel, em seu artigo para a Rock Content afirma que “Um político que não possui presença nas redes sociais não é só negligente com o seu marketing, mas também com a comunicação com a população que o elegeu.” Por isso, use e abuse dessa ferramenta, mas claro, com consciência. Comunique-se de maneira estratégica, caso contrário, o tiro poderá sair pela culatra. “Um político que não possui presença nas redes sociais não é só negligente com o seu marketing, mas também com a comunicação com a população que o elegeu.” Importância do marketing político Respondendo a nossa pergunta inicial e após conhecer todas as estratégias possíveis para construção de um bom marketing político podemos compreender o quanto o marketing político é fundamental para garantir ao candidato a estruturação de uma imagem sólida. Ainda que não ganhe as eleições, como já citamos, essas estratégias ajudarão a traçar caminhos consistentes para uma campanha futura, inclusive possibilitando que o candidato utilize a comunidade que construiu para aumentar a solidez dos seus objetivos. Esperamos que esse conteúdo tenha permitido que você compreenda com maior clareza o que realmente é o marketing político e qual sua importância ao longo de todo o processo eleitoral. Ficou alguma dúvida? Estamos aqui para ajudá-lo. Envie-nos uma mensagem na aba de contato ou mesmo pelo whatsApp e teremos a maior satisfação em esclarecê-las. Aproveite também e conheça o nosso site exclusivo para as eleições de 2020. Aproveite também e conheça o nosso site exclusivo para as eleições de como divulgar sua campanha a partir de R$99,00 Ficou alguma dúvida? Mande uma mensagem para nós. Entre em contato
ELEMENELEMEN KAJIAN KOMONIKASI POLITIK & MARKETING POLITIK. June 2012; Publisher: Pustaka Zaman; ISBN: 978-602-98694-5 Workshop Jl. Komplek Taman Mangu Indah Blok A5 Tangerang Selatan 021 2227-5416 5 Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012 Wisnu Prasetya Utomo 67-84 6. Mereformasi Birokrasi dari Perspektif Sosio-Kultural: Inspirasi dari Kota Yogyakarta Erisandi Arditama 85-100 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1410-4946 Volume 17, Nomor 1, Juli 2013 (1-100) i . 485 172 32 207 60 38 124 213

4 elemen marketing politik