› Utama›Kisah Nyata Legenda Ikan Dewa "Di bagian sungai ini tidak boleh menangkap ikan…… Siapa saja yang melanggar akan dihukum segenap makhluk halus….. Matinya akan mengerikan". Demikian kutipan Prasasti Jayabupati yang ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Sukabumi, Jawa Barat. Torehan di prasasti terbuki membantu pelestarian ikan, sungai dan lingkungannya dulu hingga P SUDARSONO Ikan dewa atau ikan kancra atau ikan soro alias Tor Jayabupati atau Prasasti Cicatih ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Prasasti yang kini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta itu bertahun Saka 952 1030 Masehi dan dibuat Raja Sri Jayabupati Jayamanahen dari Kerajaan Sunda. Ada dugaan ikan yang dimaksud dalam Prasasti Jayabupati adalah ikan soro atau Tor soro, yang kini populer dengan nama ikan dewa. ”Rasa ikan ini enak. Ikannya sangat langka. Pantaslah kalau menjadi makanan atau perhatian raja-raja dulu. Ikan ini sekarang Rp 1,2 juta per kilogram,” kata Ketua Paguyuban Kancera Pasundan Bogor Endang bersama Rachmat Iskandar dari Konsil Kota Pusaka mendatangi Instalasi Riset Plasma Nuftah Perikanan Air Tawar, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Pemuliaan Perikanan, Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, akhir Agustus. Pusat penelitian ikan air tawar ini ada di Kampung Cipelang, Cijeruk, Kabupaten keduanya, ada Jiji Suhaiji, guru SMK Patriot Mandiri, warga Kampung Cicatih, Desa Cimanggu, Sukabumi, yang baru menyerahkan enam ikan dewa tangkapannya di Cicatih kepada Otong Zaenul Arifin, kepala instalasi riset tersebut. Otong saat itu bersama Jojo Subagya, kolega sesama peneliti ikan soro, dan Hariyono, peneliti dari Puslit LIPI mengatakan, ikan dewa terkenal sejak dulu. Beberapa daerah di Jawa Barat mengeramatkan atau melarang menangkap ikan ini. Di Bogor dan Sukabumi, ikan ini disebut ikan soro. Di Priangan, disebut ikan kancra.”Kami belum bisa memastikan asal usul dan makna kata kancra atau soro. Namun, jalan atau gang-gang perkampungan menggunakan nama ikan kancra itu biasa. Kalau pakai nama ikan soro, belum ada. Tetapi, orang Bogor tahu, dulu di Ciliwung banyak ikan soro. Lalu ikan ’menghilang’ seiring perubahan lingkungan di hulu sungai itu. Belakangan, mulai ditemukan lagi, tetapi masih sangat jarang,” P SUDARSONO Ikan dewa atau ikan kancra atau ikan soro yang telah dia, sebagaimana asal usul nama ikan itu yang masih gelap, begitu juga kaitan larangan menangkap ikan ini di beberapa sungai atau situ di sejumlah wilayah di Jawa Barat. Belum jelas juga apakah larangan itu kelanjutan dari larangan menangkap ikan di masa lalu sebagaimana tertuang dalam Prasasti Jayabupati. Apalagi, di beberapa daerah di Jawa Barat, termasuk di Bogor, ada wilayah atau kampung memakai nama atau sebutan parakan dan parakan ini ada kaitannya dengan pemanfaatan ikan, yakni menangkap ikan bersama-sama di sungai atau situ dengan cara membendung dan mengeringkan bagian tertentu sungai. Memarak ikan dilakukan berkala. Istilah sipatahunan, yang familier buat orang Sunda, artinya tahunan/setahun lanjut Rachmat, kalau dengan bukti-bukti tertulis atau peninggalan, tidak ada yang menunjukkan parakan sipatahuan berkaitan dengan larangan menangkap ikan sembarang waktu dan sembarang tempat oleh raja-raja dulu. Namun, jika dikaitkankan secara nalar bahasa, bisa.”Karena ada larangan, penguasa yang bijak tentunya mencari alternatif agar keputusannya dipatuhi, apalagi ini menyangkut pangan. Ini juga suatu kearifan atau peninggalan masa lalu yang baik kita renungkan,” kata P SUDARSONO Ikan dewa atau ikan kancra atau ikan soro Tor soroPanduan konservasiEndang Sumitra, yang juga pemerhati sejarah Bogor, menambahkan, dirinya tertarik dan memelihara ikan dewa karena ada nilai historis terkait Prasasti Jayabupati. Raja Sri Jayabupati membuat maklumat larangan menangkapnya bisa jadi karena ikan ini memang lauk istimewa yang dikonsumsi kalangan atas atau ikan sangat langka.”Lalu ada metode konservasinya dengan menjaga habitatnya. Luar biasa perlakuan terhadap ikan ini,” tuturnya.”Lalu ada metode konservasinya dengan menjaga habitatnya. Luar biasa perlakuan terhadap ikan ini,” Zaenal Arifin mengatakan, di beberapa daerah, jenis ikan ini dikeramatkan, tidak boleh ditangkap. Sedikit banyak, adanya kearifan lokal tersebut menyelamatkan ikan asli Indonesia ini dari kepunahan.”Tor soro atau soro atau ikan dewa termasuk ikan langka. Lihat saja, ikan sebesar ini telurnya paling banyak butir, dengan kemungkinan menetas paling banyak 80 persen. Bandingkan dengan ikan mas, misalnya, yang sekali bertelur sampai butir. Ikan soro perlu tiga sampai empat tahun untuk seberat satu kilogram, sedangkan ikan mas hanya perlu waktu lima sampai tujuh bulan saja,” jelas P SUDARSONO Jiji Suhaiji, guru SMK Patriot Mandiri, warga Kampung Cicatih, Desa Cimanggu, Sukabumi, yang turut melestarikan dan membudidayakan ikan dewa alias ikan soro Tor soroPanjang ikan soro betina itu sekitar 30 cm yang oleh Jojo Subagja, juga peneliti tor soro kolega Otong, baru saja diurut perutnya untuk mengelurkan telur-telur itu dan ditampung dalam mangkuk plastik. Jojo melakukan hal yang sama pada ikan jantan untuk mengeluarkan sperma dan menampung dalam mangkuk yang sama. Ini adalah proses pemijahan buatan untuk menyelamatkan telur-telur soro dan memastikan benih ikannya hidup untuk meningkatkan populasi ikan dan Jojo melakukan penelitian ikan soro sejak 1998. Ada empat jenis ikan soro dan salah satunya, Tor Soro, sudah bisa dibudidayakan sejak 2012. Benih ikan soro dari instalasi riset ini sudah disebarkan ke masyarakat yang berminat untuk budidaya ikan ini. Tiga jenis lagi masih dalam penelitian dan membutuhkan banyak contoh ikan dari habitat aslinya. Ini tidak mudah karena membutuhkan dorongan penuh, mengingat ikan ini sangat sulit ditemukan di sungai-sungai habitat kompleks instalasi risetnya ada banyak sekali kolam, tong besar, akuarium kaca, dan berbagai sarana penunjang penelitian ikan air tawar. Salah satu kolamnya adalah rekayasa kondisi habitat ikan soro sebagaimana di alam. Kolam itu diisi air jerih langsung dari mata air yang mengalir setiap kolam itu tidak sama. Dari yang dangkal sehingga bebatuan dan pasir kerikil terlihat sampai yang agak dalam menghilangkan penampakan ikan dari pandangan mata. Ada ratusan ikan lumayan besar di kolam tersebut.”Informasi dari alam, ikan ini mijah-nya bertelur ke hulu dan airnya harus jernih. Kami modifikasi kolamnya di sini. Ada kolam yang sebagian dalam, ada yang tidak rata, dasarnya juga harus ada kerikil-kerikil. Airnya juga air baru, air seger-seger. Ini jadi mirip dengan kondisi di alam,” kata Jojo, ikan ini menjadi ikan keramat di beberapa daerah. Bahkan, di Batak menjadi ikan pelengkap upacara adat karena juga hidup di lokasi mengesankan seram ini tinggal di palung-palung atau goa-goa sungai yang dalam, di mana di tepi sungainya tumbuh pohon-pohon besar. Salah satunya pohon beringin atau pohon ara yang buah matangnya jika jatuh ke sungai menjadi makanan ikan ini ini juga unik karena berenang menuju hulu untuk memijah, mirip ikan salem. ”Karena itu tidak heran kalau ada yang mengatakan ikan soro atau ikan dewa ini java salmon. Selain rasanya enak, tekstur daging soro ini padat kenyal,” kata ini juga unik karena berenang menuju hulu untuk memijah, mirip ikan salem. ”Karena itu tidak heran kalau ada yang mengatakan ikan soro atau ikan dewa ini java salmon. Selain rasanya enak, tekstur daging soro ini padat kenyal,” kata P SUDARSONO Sirip ikan dewa atau ikan soro dipegang oleh peneliti LIPI HariyonoSelain melakukan pemijahan buatan atas ikan soro hasil pemeliharaan di kolam tersebut, Otong, Jojo, dan Hariyanto juga melakukan penelitian dan mengidentifikasi enam ikan soro berukuran 10-15 cm, hasil tangkapan Jiji Suhaiji di Sungai Cicatih. Cip mikro, yang besarnya lebih kecil dari sebutir kacang hijau, disuntikkan Jojo ke punggung ikan. Dengan menggunakan alat pendeteksi digital, Otong memastikan data nomor ikan pada alat itu terdeteksi dengan baik. Pemasangan alat serupa juga dilakukan pada ikan soro yang lebih P SUDARSONO Microchips pendeteksi dipasang di tubuh ikan dewa atau ikan soro yang kemudian memotret ikan-ikan itu dan mencabut satu keping sisik dari setiap ikan sebelum ikan dilepaskan ke kolam khusus. Sisik diambil untuk keperluan penelitian. ”Ikan soro punya sisik bagus, juga enak dimakan. Jadi, ikan ini berpotensi menjadi ikan hias ketika masih kecil dan dikonsumsi ketika besar,” P SUDARSONO Dibanderol Rp 1,2 juta per kilogram, daging ikan dewa atau ikan soro kenyal dan enak. Termasuk jajaran masakan yang istimewa, bahkan dulu dikenal sebagai menu khusus bagi para bersamaJiji, yang memelihara soro sebagai pengganti gurame di belasan kolam miliknya, memutuskan tetap mencari ikan itu di Sungai Cicatih dan membeli ikan hasil tangkapan tetangganya untuk kemudian diserahkan ke Otong dan Jojo.”Masih ada satu jenis soro lagi yang dibutuhkan untuk penelitian, yang di kampung kami menyebutnya soro dadap. Bentuk kumisnya lebih pendek, siripnya agak bulat. Apa itu yang dimaksud Pak Otong dan Pak Jojo? Saya penasaran. Karena itu, ikan yang bisa kami tangkap dari Sungai Cicatih akan kami serahkan ke Pak Otong,” menunjukkan salah satu titik di mana ia pernah mendapat ikan soro di Sungai Cicatih yang melintas kampungnya. Di situ air sungai terlihat penuh menutup permukaan sungai. Di bawah permukaan air itu ada palung-palung sungai, yang warga setempat menyebutnya leuwi. ”Dalam leuwi ini empat meter lebih,” kata Dudin 32, warga kampung sungai itu sekitar 30 meter. Ada beberapa anak sungai kecil bermuara ke leuwi. Sebuah lingkungan yang asri dan tahu soro sejak lama. Namun, seperti Jiji, Dudin baru belakangan tahu soal Prasasti Jayabupati yang ditemukan di tepi Cicatih. Ia pun berharap semoga kelestarian alam dan kebersihan sungai menjadi perhatian semua pihak, sehingga ikan-ikan asli Indonesia seperti ikan dewa ini makin banyak berbiak. Rantai ekonomi dari desa hingga kota bisa tergerak tanpa harus membiarkan sungai terus merana. Bencana pun bisa tahu soro sejak lama. Namun, seperti Jiji, Dudin baru belakangan tahu soal Prasasti Jayabupati yang ditemukan di tepi Cicatih. Ia pun berharap semoga kelestarian alam dan kebersihan sungai menjadi perhatian semua pihak, sehingga ikan-ikan asli Indonesia seperti ikan dewa ini makin banyak berbiak. Rantai ekonomi dari desa hingga kota bisa tergerak tanpa harus membiarkan sungai terus merana. Bencana pun bisa juga Perintis Ular Besi di Batavia
TRIBUNMANADOWIKI - Salah satu yang khas dari kota Manado adalah sambal roa. Selain karena rasa cabainya yang pedas, bahan utama dari sambal ini adalah ikan roa asap. Sambal roa pun ada dua versi, ada yang basah dan ada yang kering. Cara membuatnya, ikan roa yang sudah diasap dihancurkan hingga halus. Kemudian ikan tersebut dimasak bersama bumbu cabai dan minyak. Sambal roa ini sangat lezat jika dinikmati bersama dengan nasi panas. Di Manado sendiri, sambal roa biasanya dinikmati dengan bubur Manado. Sambal ini bisa bertahan hingga enam bulan jika berada dalam suhu ruangan dan bisa mencapai satu tahun jika disimpan di dalam kulkas. Harga sambal ini antara Rp 55 ribu rupiah sampai Rp 65 ribu. Ikan roa dalam bahasa inggrisnya Garfish, lebih dikenal berasal dari daerah Sulawesi Utara atau Manado dan sekitarnya. Sedangkan orang Ternate menyebutnya dengan nama ikan gepe bernama latin Hemiramphus Brasiliensis. Ikan roa adalah ikan laut jenis ikan terbang yang dapat ditemui di perairan laut utara Pulau Sulawesi sampai dengan Kepulauan Maluku. Baca juga Umat Hindu di Manado Peringati Hari Raya Nyepi, Warga Sekitar Pilih Menunda Pesta Baca juga Chloe Bennet, Aktris China-Amerika yang Sukses dalam Hollywood Banyak orang menyebut nya Ikan Julung-julung, ikan roa bahan sambal roa yang satu ini mempunyai ciri khas rahang bawah nya lebih panjang dari rahang atasnya. Jadi seperti mempunyai tombak di mulutnya, atau seperti paruh yang panjang dengan permukaan yang halus mengkilap berwarna perak dan hitam, berkembang biak di laut dengan panjang tubuh bisa mencapai 30 cm. Ikan roa merupakan jenis ikan air laut yang telah melalui proses pematangan dengan cara pengasapan bukan dijemur ataupun dibakar. Butuh waktu berhari-hari untuk mengasapi ikan roa hingga matang. Ikan Terbang atau Ikan Julung-julung yang telah matang diasapi itulah yang kemudian disebut sebagai ikan roa. Ikan roa yang dijual di pasaran, pada umumnya dikemas dengan cara tradisional, yaitu dijepit menggunakan kayu atau bambu, yang bagi masyarakat Manado dikenal dengan sebutan digepe. Asal-usul Ilustrasi sambal roa
Friday 22 Sya'ban 1443 / 25 March 2022. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa- Ada cara mengawetkan ikan tanpa menggunakan bahan pengawet kimia yaitu dengan cara diasap. Ada beberapa jenis ikan yang cocok dijadikan ikan asap. Buku “25 Cita Rasa Ikan Asap” 2013 oleh Lilly T. Erwin terbitan PT Gramedia Pustaka Utama membagikan beberapa jenis ikan yang cocok untuk dijadikan ikan asap. Berikut juga Resep Sambal Ikan Asap, Bisa Pakai Pakai Pindang Asap 1. Ikan roa Ikan roa merupakan jenis ikan laut yang banyak ditemukan di perairan laut Utara Pulau Sulawesi hingga Kepulauan Maluku. Ikan roa biasanya diasap dengan cara menggunakan tempat pengasapan tradisional selama tiga hari lamanya. Ikan roa segar yang baru ditangkat, dibersihkan dengan air bersih, lalu dijepit dengan potongan bambu. Ikan laut yang cocok diasap ini memiliki ciri-ciri badan yang memanjang, berduri keras, dan berwarna punggung biru kehijauan. Biasanya ikan roa asap dimasak menjadi sambal pedas dan nikmati disajikan dengan berbagai hidangan. Baca juga Cara Simpan Ikan Asap Awet sampai 2 Minggu, Jangan Beli Terlalu Banyak Dulu 2. Ikan pari Agmasari Ikan pari saus sambal. Ikan pari atau dalam bahasa Jawa, iwak pe biasa diawetkan dengan cara diasap. Daging ikan pari berbentuk tipis tetapi melebar. Biasanya dijual dengan cara dipotong kotak berukuran 5x5 cm. Ikan pari asap memiliki aroma yang khas yaitu perpaduan aroma ikan dan asap arang yang dibakar. Ikan pari asap biasanya dimasak dengan cara digoreng atau direbus dengan santan atau yang sering dikenal dengan juga Resep Ikan Pe Cabe Ijo, Olahan Ikan Pari Asap yang Sedap 3. Ikan tuna Ikan tuna yang memiliki segudang manfaat baik untuk tubuh, bisa juga diolah menjadi ikan asap. Pastikan untuk membeli ikan tuna segar di pasaran. Ciri-ciri ikan tuna segar, di antaranya adalah dagingnya masih kenyal dan lembab saat ditekan. Namun diperlukan keterampilan khusus dan kesabaran untuk membuat ikan tuna asap. Baca juga 4 Cara Pilih Ikan Asap Kualitas Baik Saat Belanja di Pasar 4. Ikan lele SHUTTERSTOCK/ EDGUNN Ilustrasi ikan lele segar dengan garam dan lemon. Kamu termasuk penggemar olahan ikan lele? Coba ikan lele asap yang banyak digemari. Rasa dari ikan lele asap terasa khas dan gurih saat disantap. Lama waktu untuk mengasapi ikan lele tergantung berat ikan. Umumnya, untuk satu kilogram ikan lele yang berisikan 10 ekor membutuhkan waktu hingga 12 jam. Baca juga 5 Cara Olah Ikan Lele agar Tidak Bau Amis dan Berlendir 5. Ikan tongkol SHUTTERSTOCK/ IZZ HAZEL Ilustrasi ikan tongkol segar. Ikan tongkol juga bisa diawetkan dengan cara diasap. Olahan dari ikan tongkol asap juga tidak kalah enak dari ikan pe. Kamu bisa mengolah ikan tongkol asap dengan kuah santan, digoreng dan disajikan dengan sambal bawang, atau disuwir dengan bumbu balado yang pedas. Buku “25 Cita Rasa Ikan Asap” 2013 oleh Lilly T. Erwin terbitan PT Gramedia Pustaka Utama bisa dibeli di Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Buburgurih ini biasa disantap untuk sarapan dengan tambahan lauk perkedel nike, ikan cakalang, serta sambal roa. Bubur Ase. Ini dia bubur penambah tenaga yang lazim ditemui dalam perayaan adat Jawa, baik di Solo maupun Yogyakarta. Bubur ini juga memiliki nama bubur lemu di Solo. Bubur sumsum bukan berarti dari sumsum sapi, tapi dari tepung
Bali sebagai salah satu tujuan utama pariwisata dunia memiliki dua jenis spesies ikan air tawar endemik yaitu Rasbora baliensis dan Lentipes whittenorum, serta beberapa spesies yang merupakan endemik Bali-Jawa-Lombok. Studi ini bertujuan untuk memberikan informasi yang komprehensif terkait dengan kondisi terkini spesies ikan air tawar endemik Pulau Bali melalui kajian dari literatur-literatur terkini. Hasil kajian mengindikasikan eksistensi dari dua spesies endemik tersebut, walaupun masih banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh studi-studi berikutnya. Studi literatur ini diharapakan dapat menjadi acuan yang berguna serta sumber informasi dan ide bagi peneliti, mahasiswa, pemerintah sebagai pengambil kebijakan, organisasi kemasyarakatan serta masyarakat umum yang berkecimpung pada bidang perikanan air tawar. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI BAB 2. IKAN AIR TAWAR ENDEMIK DI BALI, INDONESIA THE ENDEMIC FRESHWATER FISH IN THE BALI PROVINCE, INDONESIA I Wayan Arthana*, Abd. Rahman As-syakur Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Jalan Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia. *Email korespondensi Abstract Bali as one of the main tourism destinations in the world has two endemic freshwater fish species which are Rasbora baliensis and Lentipes whittenorum, as well as several species which are endemic in Bali-Java-Lombok. The aims of this study are to provide comprehensive information related to the current condition of Bali's endemic freshwater fish species through a review of the latest literature. The result of study indicated that the existence of the two endemic species, although there are still many fundamental questions that need to be answered by future studies. This literature study is expected to be a reference and source of information and ideas for researchers, students, the government as policy makers, non-governmental organization NGO and the public community in the field of freshwater fisheries. Keywords Rasbora baliensis, Lentipes whittenorum, endemic, Bali Abstrak Bali sebagai salah satu tujuan utama pariwisata dunia memiliki dua jenis spesies ikan air tawar endemik yaitu Rasbora baliensis dan Lentipes whittenorum, serta beberapa spesies yang merupakan endemik Bali-Jawa-Lombok. Studi ini bertujuan untuk memberikan informasi yang komprehensif terkait dengan kondisi terkini spesies ikan air tawar endemik Pulau Bali melalui kajian dari literatur-literatur terkini. Hasil kajian mengindikasikan eksistensi dari dua spesies endemik tersebut, walaupun masih banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh studi-studi berikutnya. Studi literatur ini diharapakan dapat menjadi acuan yang berguna serta sumber informasi dan ide bagi peneliti, mahasiswa, pemerintah sebagai pengambil kebijakan, organisasi kemasyarakatan serta masyarakat umum yang berkecimpung pada bidang perikanan air tawar. Kata kunci Rasbora baliensis; Lentipes whittenorum; endemik; Bali Pendahuluan Pulau Bali terletak di wilayah ujung timur dari Paparan Sunda tepat bersebelahan dengan garis Wallace yang ujung baratnya berlokasi di Pulau Lombok, IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI sehingga diduga bahwa kondisi flora dan faunanya berasal dari Pulau Jawa. Berdasarkan studi sebelumnya oleh Voris 2000, Pulau Jawa dan Bali sering terhubung yang menyebabkan jenis-jenis flora dan fauna Pulau Jawa juga berada di Pulau Bali, atau sebaliknya, sehingga Pulau Bali memiliki tingkat endemis flora dan fauna yang rendah Tänzler et al., 2014. Walaupaun demikian, studi-studi terkait dengan spesies endemik di Pulau Bali masih sangat sedikit, khususnya spesies endemik ikan air tawar, dimana studi-studi tersebut hanya dilakukan oleh beberapa peneliti dengan lokasi titik sampling yang terbatas. Oleh karena itu, peluang ditemukannya spesies endemik baru di Pulau Bali masih sangat terbuka lebar. Pariwisata merupakan industri utama yang mempengaruhi lingkungan dan ekosistem di Provinsi Bali yang luasnya hanya sekitar 5637 km2 dengan pulau utama yaitu Bali. Pariwisata telah merambah sebagian besar wilayah di Pulau Bali, baik itu lingkungan abiotik maupun biotik, sehingga cukup sulit menemukan lokasi yang belum dijelajahi oleh manusia. Industri pariwisata mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kondisi lingkungan melalui pemanfaatan lahan dan air yang melampaui daya dukung dan daya tampungnya sehingga tercipta alih fungsi lahan yang sangat cepat, menurunnya kualitas air baik sungai, danau dan laut, serta pemanfaatan alam untuk aktivitas pariwisata yang kurang terkendali. Sebagai contoh, meningkatnya alih fungsi lahan dari lahan kebun tanaman keras menjadi kebun bunga di wilayah bagian atas pegunungan seperti Bedugul dan Kintamani menyebabkan meningkatnya total padatan tersuspensi TSS pada sungai-sungai dibawahnya. Kondisi-kondisi tersebut ditenggarai dapat menyebabkan rusaknya habitat-habitat spesies endemik ikan air tawar Bali. Menurut Kottelat et al. 1993 dan Kottelat 2013 terdapat dua spesies ikan air tawar endemic di Pulau Bali yaitu Lentipes whittenorum Watson dan Kottelat, 1994 yang ditemukan sekitar air terjun Gitgit dan Rasbora baliensis yang diduga merupakan spesies ikan air tawar endemik di Danau Beratan Brittan, 1954. Selanjutnya, studi terbaru yang dilakukan oleh Dahruddin et al. 2017 melaporkan penemuan baru dimana terdapat beberapa spesies endemik ikan air tawar lain yang ditemukan di Pulau Bali, walaupun merupakan spesies endemik Bali-Jawa yaitu Lentipes ikeae dan IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Sicyopus rubicundus, serta spesies endemik Bali-Lombok-Jawa yaitu Stiphodon aureofuscus. Secara umum spesies endemik ikan air tawar yang ditemukan di Bali tersebut berada pada dua kelompok utama yaitu berada pada garis keturunan dari famili Cyprinidae dan subfamili Danioninae untuk ikan R. baliensis serta berada pada garis keturunan dari famili Gobiidae dan subfamili Sicydiinae untuk ikan Lentipes whittenorum, Lentipes ikeae, Sicyopus rubicundus, dan Stiphodon aureofuscus. Rasbora merupakan ikan pelagis air tawar yang berkerabat dengan ikan mas dan hidup di hampir semua tipe habitat perairan tawar sungai, danau, dan rawa gambut. Sementara itu, ikan dari kelompok Gobiidae Sicydiinae secara umum berukuran kecil, hidup di air tawar dan laut dengan pola migrasi Amphidromous. Seluruh ikan-ikan endemik Bali atau endemik Bali-Lombok-Jawa tersebut secara taksonomis masih belum diteliti sepenuhnya. Kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh ukuran ikan-ikan endemik tersebut yang relatif kecil yang menyebabkannya sulit untuk dianalisis sehingga kurang menarik bagi peneliti untuk mengeksplorasinya. Oleh karena itu perlu dilakukan studi pendahuluan melalui review literatur terkait dengan kondisi terkini spesies-spesies endemik tersebut yang bertujuan untuk konservasi habitat asli serta membuka wawasan ilmiah bagi studi-studi selanjutnya. Rasbora baliensis Bleeker, 1859 Rasbora baliensis termasuk dalam kelompok Rasbora Bleeker, 1859 yang merupakan salah satu genus ikan air tawar primer dari kelompok Danioninae. Berdasarkan hasil studi literatur, sampai saat ini terdapat 89 spesies Rasbora Bleeker, 1859 dan merupakan yang tertinggi jumlah jenisnya dari famili Cyprinidae. Ikan ini umumnya ditemukan hidup di hampir semua tipe habitat perairan tawar seperti sungai, danau, sawah, parit, dan rawa gambut, akan tetapi jarang ditemukan diperairan yang rendah oksigennya dan sungai yang beraliran deras Kusuma et al., 2016. Menurut beberapa peneliti, Rasbora Bleeker, 1859 tersebar mulai dari India sampai yang paling timur adalah Pulau Sumbawa Lumbantobing, 2010; Liao et al., 2010, akan tetapi servei yang dilakukan oleh Hamidy et al. 2017 mengungkapkan bawah ikan air tawar dominan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur adalah genus IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Rasbora. Oleh karena itu perlu ada revisi terkait persebaran ikan Rasbora, dimana wilayah persebarannya adalah mulai dari India bagian barat, Cina bagian selatan, Indocina, Mindanau Filipina, paparan Sunda, sampai wilayah paling timurnya adalah Pulau Sumba Gambar 1. Gambar Wilayah distribusi genus Rasbora berdasarkan studi literatur area berwarna abu-abu modifikasi dari Liao et al., 2010 Rasbora baliensis merupakan spesies ikan air tawar kecil endemik Danau Beratan, dataran tinggi Bedugul di Pulau Bali yang dideskripsikan oleh Brittan pada tahun 1954. Brittan 1954 mendeskripsikan spesies ini berdasarkan spesimen dalam jumlah kecil 4 ekor spesimen dengan karakter pemisah yang relatif kurang jelas dan R. lateristriata dianggap sebagai spesies terdekatnya Kusuma et al., 2016. Beberapa studi setelah Brittan 1954 seperti Whitten et al. 1996 dan Kusuma et al. 2016 menduga bahwa R. baliensis mungkin sama dengan R. lateristriata dari bagian timur Pulau Jawa. Hasil barcoding DNA oleh Kusuma et al. 2016 dan Kartika and Juliyantoro 2018a mengindikasikan bahwa cukup sulit membedakannya taksonomi dari R. baliensis dengan R. ateristriata yang berasal dari lokasi yang sama yaitu dari Jawa bagian timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Akan tetapi studi terbaru oleh Hubert et al. 2019 menyimpulkan bahwa spesies R. baliensis berbeda dengan R. lateristriata dimana karekater garis lateral yang ditawarkan oleh Kottelat et al. 1993 untuk membedakan R. baliensis dengan R. lateristriata dapat diterima sepenuhnya. Adapun IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI karekater garis lateral tersebut adalah sepanjang 26–28 mm untuk R. baliensis dan 29–33 mm untuk R. lateristriata. Panjang garis lateral yang mirip juga ditemukan oleh Kusuma et al. 2016 untuk Rasbora sp klade Bali, dimana rata-rata panjang garis lateral dari 72 spesimen Rasbora sp dari Bali adalah 27,8 mm ±0,9, panjang yang mirip seperti dikemukan oleh Brittan 1954 yaitu sepanjang 28 mm. Adapun panjang garis lateral dari 25 spesiemen yang digunakan oleh Brittan 1954 untuk mendeskripsikan R. lateristriata adalah 29-33 mm. Sementara itu yang mengejutkan dari uraian Hubert et al. 2019 adalah distribusi spasial dari spesies R. baliensis ternyata lebih luas dari pada R. lateristriata, dimana R. baliensis juga di temukan di wilayah Pulau Jawa yaitu di Jawa bagian timur Kabupaten Lumajang dan di Pulau Lombok Kabupaten Lombok Utara. Selain itu, hasil menarik lain dari studi Hubert et al. 2019 adalah tidak ditemukannya spesies Rasbora sp. jenis lain di Bali, kecuali spesies R. baliensis. Hasil studi Hubert et al. 2019 tersebut menegaskan hasil yang telah ditemukan oleh Kusuma et al. 2016 melalui hasil analisa filogenetik molekuler, dimana mereka menjelaskan bahwa spesies Rasbora sp. klade jawa bagian timur Banyuwangi dan Lumajang, Bali, Lombok Narmada, dan Sumbawa adalah mirip dengan perbedaan molekuler yang sangat dangkal serta tidak ada struktur filogenetik yang jelas. Hubert et al. 2019 melakukan eksplorasi di Bali menemukan R. baliensis di wilayah perairan danau, bendungan, dan sungai diantaranya Danau Buyan, Danau Batur, Air Terjun Aling-Aling, Bendungan Benel, Tukad Sungai Unda, Tukad Banyuaras, dan Tukad Mawa Tukad Yeh Ho. Sementara itu, spesimen Rasbora sp. yang digunakan oleh Kusuma et al. 2016 diambil di Tukad Penet serta Danau Beratan, Buyan, dan Batur. Gambar Spesimen Rasbora sp. yang digunakan oleh Kusuma et al. 2016 untuk menunjukan contoh Rasbora sp. klade Jawa bagian timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Keberadaan SAP +SAP dan tidak adanya BCB -BCB merupakan salah satu karakter kunci diagnostik morfologis dari Rasbora sp. yang ada di Bali. IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Masyarakat Bali menyebutkan Rasbora dengan nama lokal Nyalian Buluh. Sejak dideskripsikan oleh Brittan 1954, belum pernah ada studi khusus terkait dengan spesies R. baliensis di Danau Beratan, walaupun beberapa peneliti dalam 5 tahun terakhir berusaha untuk menemukan kembali spesies R. baliensis di Danau Beratan. Kesulitan belum ditemukannya kembali spesies R. baliensis di Danau Beratan kemungkinan disebabkan oleh keambiguan karakter morfologis dari R. baliensis dengan spesies Rasbora sp. yang lain, khususnya dengan spesies R. lateristriata, sehingga setiap spesimen yang ditemukan di Bali masih dianggap sebagai R. lateristriata. Oleh karena itu, usulan dari Hubert et al. 2019 mungkin dapat diterima karena studi mereka di Pulau Bali tidak menemukan jenis Rasbora sp. yang lain selain R. baliensis serta mencakup hampir seluruh wilayah perairan air tawar dan kabupaten di Bali, kecuali Kabupaten Gianyar, Badung, Karangasem, dan Kota Denpasar. Selanjutnya, studi lain juga menemukan spesies Rasbora sp. di wilayah Kabupaten Gianyar, Badung, dan Kota Denpasar Tukad Pakarisan, Tukad Yeh Sungi, dan Tukad Badung; Eprilurahman et al., 2016; Sedana et al., 2018 yang kemungkinan besar spesies tersebut adalah R. baliensis. Keambiguan karakter morfologi spesies Rasbora sp juga pernah dijumpai di tempat lain, seperti di Danau Laut Tawar, Aceh, dimana terdapat sedikit perbedaan morfologi antaraikan Eas dan Depik, yang merupakan ikan dengan spesies yang sama yaitu R. tawarensis Muchlisin, 2011. Akan tetapi, pada kasus R. baliensis dan R. lateristriata, karakter morfologis keduanya adalah mirip tetapi berbeda spesies. Untuk meminimalisir keambiguan karakter morfologis R. baliensis dengan R. lateristriata, selain perbedaan garis lateral, kombinasi pola pigmentasi pada basicaudal blotch BCB dan supra anal pigment SAP juga dapat berperan sebagai karakter diagnostik morfologis untuk membedakan kedua jenis Rasbora Kusuma dan Kumazawa, 2018, dimana menurut Kusuma et al. 2016, spesies Rasbora sp. klade Bali Gambar dalam tulisan ini diasumsikan sebagai R. baliensis tidak memiliki BCB Kusuma et al., 2016, sedangkan berdasarkan gambar skematis R. lateristriata dari Lumbantobing 2014 memperlihatkan adanya BCB. Kottelat 2005 memasukan R. lateristriata dalam grup spesies Sumatrana, dimana menurut Lumbantobing 2014 salah satu ciri khas grup spesies Sumatrana adalah memiliki BCB. Kusuma et al. 2016 juga IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI mengindikasikan bahwa panjang pre-dorsal spesimen Rasbora sp klade Bali adalah 10-12 mm, dan mirip seperti hasil dari Brittan 1954 untuk mendeskripsikan R. baliensis yaitu sepanjang 11-12 mm, sedangkan panjang pre-dorsal untuk mendeskripsikan R. lateristriata menurut Brittan 1954 adalah 12-14 mm. Sehingga panjang pre-dorsal juga dapat dijadikan salah satu pembeda karakteristik antara kedua jenis Rasbora. Selain pola pewarnaan tubuh, hasil analisis pohon filogenetik analisis DNA barcoding genus Rasbora sp. yang dilakukan oleh Kartika and Juliyantoro 2018b juga memperlihatkan bahwa Rasbora sp. klade Bali cukup dekat dengan R. lateristriata klade Jawa Timur, tetapi cukup jauh dengan R. lateristriata klade Jawa Tengah Gambar Pola yang sama juga ditunjukan oleh Kusuma et al. 2016, dimana spesies Rasbora sp. klade jawa timur Lumajang dan Banyuwangi, Bali, Lombok, dan Sumbawa adalah berdekatan. Sehingga berdasarkan sampel-sampel dan studi-studi tersebut, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa seluruh ikan Rasbora Bleeker, 1859 yang ditemukan di Bali adalah spesies R. baliensis. Untuk memperjelas kesimpulan sementara tersebut, Gambar memperhatikan gambar spesimen yang digunakan oleh Hubert et al. 2019 untuk mengindetifikasi spesies R. baliensis dan R. lateristriata serta gambar skematis R. lateristriata yang dibuat oleh Lumbantobing 2014. Gambar Pohon filogenetik genus Rasbora sp. berdasarkan analisis DNA barcoding yang dibuat oleh Kartika and Juliyantoro 2018b berdasarkan sampel Rasbora sp. di Danau Beratan dan Buyan, dataran tinggi Bedugul, Bali. IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Saat ini, R. baliensis menurut IUCN Red List of Threatened Species adalah memiliki status ancaman Vulnerable atau rentan mengalami kepunahan World Conservation Monitoring Centre, 1996. Seperti diuraikan sebelumnya, belum ada studi spesifik terkait dengan R. baliensis karena sulitnya spesies ini ditemukan. Disisi lain, studi terkait ikan Rasbora sp. di Bali masih bersifat parsial, dimana berdasarkan hasil penelusuran di internet hanya ditemukan satu studi yang khusus membahas Rasbora sp., yaitu studi Kartika and Juliyantoro 2018a, 2018b, 2018c yang dilakukan di Danau Beratan dan Buyan. Hasil-hasil studi tersebut menyebutkan bahwa pakan utama Rasbora sp adalah tanaman air, memiliki bentuk pertumbuhan alometrik negatif, serta mengindikasikan bahwa total panjang TL maksimum Rasbora sp. yang ditemukan di Danau Buyan dan Beratan adalah 9,7 cm n = 148, dimana TL maksimum tersebut lebih pendek dari R. lateristriata dari Sungai Ngrancah Kulonprogo, Yogyakarta yang sepanjang 13,4 cm Sentosa dan Djumanto, 2010. Menurut Kartika and Juliyantoro 2018b, kecilnya ukuran ikan tersebut karena kalah dalam persaingan untuk memperebutkan makanan dengan ikan-ikan lain. Akan tetapi, studi kami memiliki spekulasi yang berbeda, dimana ukuran TL R. baliensis memang lebih pendek dari R. lateristriata. Kesimpulan tersebut didukung oleh Brittan 1954 dan Hubert et al. 2019 yang medeskripsikan R. baliensis memiliki panjang garis lateral yang lebih pendek dari R. lateristriata. Untuk menguatkan spekulasi tersebut, studi-studi lain terkait morfologi Rasbora sp. di lokasi-lokasi lain di Pulau Bali perlu dilakukan. Gambar A Gambar skematis R. lateristriata yang dibuat oleh Lumbantobing 2014 serta foto salah satu spesimen B R. lateristriata Spesimen BIF3515; Kali Salak, Kabupaten Japara, Jawa Tengan dan C R. baliensis Spesimen BIF2640; Air Terjun Aling-Aling, Kabupaten Buleleng, Bali yang digunakan oleh Hubert et al. 2019 untuk mengindetifikasi spesies R. baliensis dan R. lateristriata. Foto-foto IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI tersebut penulis peroleh dari Page 2016a untuk R. lateristriata dan dari Page 2016b untuk R. baliensis. Lentipes whittenorum dan Lentipes ikeae Lentipes Günther, 1861 Lentipes sp. umumnya ditemukan di aliran sungai kecil dan jernih dengan substrat berbatu yang kaya akan oksigen serta berarus sedang sampai deras 30-80 cm/dtk Keith et al., 2003. Ikan ini memiliki pola migrasi Amphidromous, dimana masa remaja, dewasa, dan memijah diperairan air tawar, kemudian hanyut ke laut sebagai larva Closs dan Warburton, 2016. Di laut, larva akan menjadi bagian dari zooplankton, tinggal selama beberapa bulan sebelum kembali ke perairan air tawar sebagai post-larva, diperkirakan ukurannya 13-16 mm Keith et al., 2016. Spesies Lentipes sp. diperkirakan sebagai salah satu spesies yang mampu bermigrasi cukup jauh dari muara sungai Keith et al., 2016. Ikan ini mampu hidup pada ketinggian sekitar 750 mdpl serta berjarak sekitar 13 km dari muara sungai. Menurut Keith et al. 2016, wilayah persebaran ikan Lentipes sp. adalah Samudera Pasifik dari wilayah Indonesia sampai Papua Nugini serta dari wilayah selatan Jepang sampai ke kepulauan Hawai dan kepulauan Marquesas. Saat ini tercatat 18 jenis marga Lentipes yang telah teridentifikasi, diantaranya 9 jenis diketahui berada di Indonesia Lentipes whittenorum Watson dan Kottelat 1994 merupakan ikan air tawar endemik kedua di Pulau Bali Gambar Walaupun Keith et al. 2015 juga menginformasikan menemukan spesies ini di Pulau Lombok. Ikan ini pertama kali dideskripsikan oleh Watson dan Kottelat 1994 berdasarkan spesimen yang diperoleh disekitar Air Terjun Gitgit, Kabupaten Buleleng. Selanjutnya, spesies ini kembali diinformasikan keberadaannya di Pulau Bali oleh Dahruddin et al. 2017. Berdasarkan informasi spesimen L. whittenorum dari Barcode of Life Data System spesimen dikoleksi oleh Nicolas Hubert, Renny Hadiaty, Philippe Keith, Frederic Busson, Sopian Sauri, dan Sumanta, penyebaran spasial L. whittenorum di Pulau Bali ternyata lebih luas dari informasi Watson dan Kottelat 1994, dimana spesies ini tidak hanya di temukan di sekitar air terjun Gitgit daerah aliran Sungai DAS Buleleng, tetapi juga ditemukan di wilayah DAS Batas, DAS Banyumala, dan DAS Pangyangan. Wilayah distribusinya di Pulau Bali berada pada IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI kisaran ketinggian 200-750 mdpl dengan jarak dari muara sungai berkisar antara 3-13 km. Gambar Lentipes whittenorum Spesimen BIF2640 yang dikoleksi oleh Nicolas Hubert, Renny Hadiaty, Philippe Keith, Frederic Busson, Sopian Sauri, dan Sumanta pada Tahun 2014 dari Air Terjun Gitgit, Kabupaten Buleleng, Bali Page, 2016c. Lentipes ikeae Keith, Hubert, Busson & Hadiaty, 2014 merupakan spesies Lentipes sp. kedua yang ditemukan di Pulau Bali. Spesies ini baru terindetifikasi pada tahun 2014 oleh Keith et al. 2014. Menurut Keith et al. 2014, morfologi L. ikeae yang ditemukannya memiliki panjang standar SL maksimal pada jantan 3,3 cm sedangkan yang betina 3,8 cm. Umumnya warna tubuh betina adalah abu-abu, sedangkan yang jantan memiliki warna spesifik seperti perut yang berwarna biru cerah Dahruddin, 2017. Selain ditemukan di Bali, saat ini L. ikeae juga dilaporkan ditemukan di Pulau Jawa, yaitu di Cisolok, Jawa Barat dan Ngerjo, Jawa Timur. Di Pulau Bali, L. ikeae hanya ditemukan dibagian utara Pulau Dewata serta terdistribusi pada kisaran ketinggian 200-500 mdpl, atau lebih rendah dari L. whittenorum, dengan jarak dari muara sungai berkisar antara 3-12 km. Gambar Lentipes ikeae jantan Hadiaty et al., 2019 Status ancaman menurut IUCN Red List of Threatened Species untuk kedua spesies Lentipes sp. tersebut adalah Data Deficient DD untuk L. whittenorum dan Not Evaluated NE untuk L. ikeae Jaafar, 2019 dimana status tersebut dikarenakan oleh belum adanya studi yang mendalam terkait kedua spesies tersebut, walaupun sebelumnya L. whittenorum pernah memiliki status ancaman Vulnerable atau rentan IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI mengalami kepunahan World Conservation Monitoring Centre, 1996. Saat ini kedua spesies tersebut masih diduga sebagai anggota dari “Amphidromous” seperti juga keadaan dari spesies-spesies lain dari subfamili Sicydiinae Keith et al., 2014. Bila dugaan pola migrasi Amphidromous dari kedua spesies Lentipes sp. di Bali tersebut benar, maka pola migrasi yang dilakukan cukup jauh dan tinggi karena spesies L. whittenorum yang diketemukan di DAS Buleleng terdapat pada ketinggian 750 mdpl dan jarak dari muara sungai sejauh 13 km. Untuk mencapai lokasi dan ketinggian tersebut, spesies L. whittenorum paling tidak melewati 7 sampai 8 air terjun dengan variasi ketinggian air terjun berkisar antara 20-50 m. Spesies Lentipes cukup terkenal karena kemampuannya memanjat air terjun, seperti spesies Lentapies yang berasal dari Hawai yaitu L. concolor. Ikan ini mampu memanjat air terjun Akaka setinggi 135 m melalui batuan basah dibelakang air terjun dengan bantuan suction disks, sejenis piringan penghisap yang berfungsi sebagai perekat dibebatuan. Kondisi yang sama mungkin juga dilakukan oleh L. whittenorum dan L. ikeae untuk mencapai lokasi yang memiliki ketinggian 500-750 mdpl di perairan DAS Buleleng. Kesimpulan dan Rekomendasi Bali sebagai pulau pariwisata memiliki beberapa spesies endemik ikan air tawar yaitu Rasbora baliensis dan Lentipes whittenorum. Selain itu terdapat beberapa spesies lain yang merupakan spesies ikan air tawar endemik, walaupun merupakan endemik Bali-Jawa yaitu Lentipes ikeae dan Sicyopus rubicundus, serta spesies endemik Bali-Lombok-Jawa yaitu Stiphodon aureofuscus. Akan tetapi, studi-studi terbaru mengindikasikan keendemikan R. bailensis dan L. whittenorum di Pulau Bali perlu distudi lebih lanjut, mengingat bahwa diperkirakan kedua spesies tersebut juga ditemukan di pulau-pulau lain di sekitar Pulau Bali. Saat ini, studi-studi terkait dua spesies endemik Bali masih sangat jarang sehingga masih banyak peluang untuk dieksplorasi lebih lanjut. Seperti status keendemikan, status keberadaan, pola migrasi, distribusi, reproduksi, pola morfometrik, kegenetikan, taksonomi, diversitas, kondisi lingkungan yang mempengaruhi, sosial-ekonomi masyarakat yang memanfaatkannya, serta kemungkinan pembudidayaan. Studi oleh Kartika and Juliyantoro 2018a serta IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Arthana et al. 2019 mengindikasikan bahwa ikan Nyalian, nama lokal untuk Rasbora sp, sudah sulit ditemukan di Danau Beratan dan Batur, walaupun merupakan salah satu ikan target. Disisi lain, saat ini telah banyak ditemukan di dunia maya penjualan dan foto dari spesies L. whittenorum dan L. ikeae untuk dan di aquarium seperti di dan Oleh karena itu perlu upaya konservasi untuk melindungi keberlanjutan dari spesies-spesies endemik tersebut. Sebagai penutup, studi literatur ini diharapakan dapat menjadi acuan yang berguna serta sumber informasi dan ide bagi peneliti, mahasiswa, pemerintah sebagai pengambil kebijakan, organisasi kemasyarakatan serta masyarakat umum yang berkecimpung pada bidang perikanan air tawar, mengingat masih sangat jarangnya informasi dan pengetahuan terkait dengan ikan-ikan air tawar endemik Bali. Daftar Pustaka Arthana, Karang, Julyantoro, Kartika, Pratiwi. 2019. Diversity and Wild Fish Status Conditions in Batur Lake, Bali. Presented in International Conference on Sustainability Science and Management ICSSM Advanced Technology in Environmental Research. Denpasar-Indonesia, 14-15 November 2019. Brittan, 1954. A revision of the Indo-Malayan frash-water fish genus Rasbora. Monographs of the Institute of Science and Technology, 31–224. Closs, G. P., M. Warburton. 2016. Life histories of amphidromous fishes. P. Morais, and F. Daverat Eds.. An introduction to fish migration. CRC Press, Taylor & Francis Group, Florida USA, pp. 102-122. Dahruddin, H., A. Hutama., F. Busson., S. Sauri., R. Hanner., P. Keith., R. Hadiaty, N. Hubert. the ichthyodiversity of Java and Bali through DNA barcodes taxonomic coverage, identification accuracy, cryptic diversity and identification of exotic species. Molecular Ecology Resources, 172288-299. Eprilurahman, R., Yudha, Asti. 2016. Fauna Di Sepanjang Kawasan WarisanBudaya Dunia Daerah Aliran SungaiPakerisan Gianyar, Bali. Dalam S. Hadi, R. Susandarini, Marliana, R. Eprilurahman, Yudha, Purnomo Eds.. Keanekaragaman Flora Dan FaunaDaerah Aliran Sungai Pakerisan Kabupaten Gianyar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hadiaty, Rahardjo, Allen. 2019. Iktiofauna di pulau-pulau kecil dan terumbu karang serta jenis-jenis baru ikan air tawar di perairan Indonesia. Jurnal Iktiologi Indonesia, 191167-186. Hamidy, A., W. Witjaksono, Sihotang. 2017. Ekspedisi Sumba. LIPI Press, Jakarta. Hubert, N., D. Lumbantobing, A. Sholihah, H. Dahruddin, E. Delrieu-Trottin, F. Busson, P. Keith. 2019. Revisiting species boundaries and distribution ranges of Nemacheilus spp.Cypriniformes Nemacheilidae and Rasbora spp.Cypriniformes Cyprinidae in Java, Bali and Lombok through DNA IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI barcodes implications for conservation in a biodiversity hotspot. Conservation Genetics, 203517-529. Jaafar, Z. 2019. Lentipes whittenorum. The IUCN Red List of Threatened Species 2019 Downloaded on 02 August 2019. Kartika, Julyantoro. 2018a. DNA Barcoding Reveal The Current Status Unevaluated Species Of Rasborasp Cyprinidae From Beratan Lake, Bali. In Proceedings of the 17th World Lake Conference. Ibaraki-Japan, 15-19 October 2018 pp. 147-150. Kartika, Julyantoro. 2018b. Dynamic population of the species complex Rasbora sp Cyprinidae in Beratan Lake and Buyan Lake Bali. Presented in the International Conference on innovative ideas in the fields of Science, Social Sciences and Management. Denpasar-Indonesia, 21-22 May 2018. Kartika, Julyantoro. 2018c. Habitat, Biology, and Population Of The “Species Complex”Yellow Rasbora Cyprinidae From Beratan Lake, Bali. Presented in the 1st International Conference on Fisheries and Marine Sciences. Surabaya-Indonesia, 6 October 2018. Keith, P. 2003. Biology and ecology of amphidromous Gobiidae of the Indo-Pacific and the Caribbean regions. Journal of fish biology, 634831-847. Keith, P., C. Lord-Daunay, K. Maeda. 2015. Indo-Pacific Sicydiine gobies biodiversity, life traits and conservation. Société française d'ichtyologie. Paris, Perancis. Keith, P., P. Gerbeaux, D. Boseto, Ebner, G. Marquet. 2016. Freshwater fish and crustaceans of Kolobangara watershed priority site diversity and conservation Choiseul, Solomon Islands. In D. Boseto, P. Pikacha, eds. a Report on Baseline Biodiversity Inventory of Mount Maetambe to Kolobangara River Corridor, Choiseul Island, Solomon Islands. Melanesian Geo-Ecological Solutions, 96. Honiara, Solomon Islands. Keith, P., R. Hadiaty, N. Hubert, F. Busson, C. Lord-Daunay. 2014. Three new species of Lentipes from Indonesia Gobiidae. Cybium, 382133-146. Kottelat, M. 2005. Rasboranotura, a new species of cyprinid fish from the Malay Peninsula Teleostei Cyprinidae. Ichthyological Exploration of Freshwaters, 163265-270. Kottelat, M. 2013. The fishes of the inland waters of Southeast Asia a catalogue and core bibliography of the fishes known to occur in freshwaters, mangroves and estuaries. Raffles Bulletin of Zoology Supplement, 271–663. Kottelat, M., Whitten. 1996. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi additions and corrections. Periplus Editions, HongKong. Kottelat, M., Whitten, Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions, Singapore. Kusuma, Y. Kumazawa. 2018. Filogeni molekuler dari spesies ikan air tawar endemik Rasbora baliensis Actinopterygii Cyprinidae dan implikasi taksonominya. Seminar Nasional Ikan X & Kongres MII V. Pusat Penelitian Biologi – LIPI, 8 – 9 Mei 2018. Kusuma, S. Ratmuangkhwang, Y. Kumazawa. 2016. Molecular phylogeny and historical biogeography of the Indonesian freshwater fish Rasbora lateristriata species complex Actinopterygii Cyprinidae cryptic species and west-to-east divergences. Molecular phylogenetics and evolution, 105212-223. IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI Liao, Kullander, F. Fang. 2010. Phylogenetic analysis of the genus Rasbora Teleostei Cyprinidae. Zoologica Scripta, 392155-176. Lumbantobing, 2010. Analisis filogenetik genus Rasbora Teleostei Cyprinidae berdasarkan karakter morfologis. Jurnal Iktiologi Indonesia, 102185-189. Lumbantobing, 2014. Four new species of Rasbora of the Sumatrana group Teleostei Cyprinidae from northern Sumatra, Indonesia. Zootaxa, 376411-25. Muchlisin, 2011. Depik, eas, dan relo; yang manakah Rasbora tawarensis?. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11193-98. Page, 2016a. International Barcode of Life project iBOL. Occurrence dataset accessed via on 2019-07-28. Page, 2016b. International Barcode of Life project iBOL. Occurrence dataset accessed via on 2019-07-28. Page, 2016c. International Barcode of Life project iBOL. Occurrence dataset accessed via on 2019-07-28. Sedana, Darmadi, Arya. 2018. Analisis tingkat pencemaran air Sungai Yeh Sungi di Kabupaten Tabanan dengan menggunakan indikator biologis NVC ikan dan keragaman jenis makrozoobenthos. Gema Agro, 231 79-91. Sentosa, D. Djumanto. 2010. Kajian dinamika populasi ikan wader pari Rasbora lateristriata di Sungai Ngrancah, Kabupaten Kulon Progo. Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 24 Juli 2010. Tänzler, R., Toussaint, Suhardjono, M. Balke, A. Riedel. 2014. Multiple transgressions of Wallace's Line explain diversity of flightless Trigonopterus weevils on Bali. Proceedings of the Royal Society B Biological Sciences, 2811782 20132528. Voris, 2000. Maps of Pleistocene sea levels in Southeast Asia shorelines, river systems and time durations. Journal of Biogeography, 275 1153-1167. Watson, M. Kottelat. 1994. Lentipes whittenorum and Sicyopus auxilimentus two new species of freshwater gobies from the western Pacific Teleostei Gobiidae Sicydiinae. Ichthyological exploration of freshwaters, 54 351-364. Whitten, Soeriaatmadja, Afiff. 1996. The ecology of Java and Bali. Periplus Editions, Hong Kong. World Conservation Monitoring Centre. 1996. Rasbora baliensis. The IUCN Red List of Threatened Species 1996 Downloaded on 27 July 2019 How to cite this paper Arthana, I W., As-syakur. 2020. Ikan air tawar endemik di Bali, Indonesia The endemic Syakti, L. Adrianto eds. Ikan natif dan endemic Indonesia Biologi, konservasi dan pemanfaatan. Bandar Publishing, Banda Aceh. freshwater fish in the Bali Province, Indonesia. In Z. A. Muchlisin, Agustiana, B. Amin, IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%! IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Editors Zainal A. Muchlisin, Agustiana, Bintal Amin, Agung Dhamar Syakti dan Luky Adrianto Layout Agung S. Batubara Cover Firman M. Nur Foto cover, credit to Z. A. Muchlisin, D. Lumbantobing, H. Salam, dan Pinterest Smart Tech ISBN 978-623-7936-68-8 Diterbitkan Oleh Bandar Publishing Jl. Teungku Lamgugob, Syiah Kuala Banda Aceh Provinsi Aceh. Hp. 08116880801 IG. TW. bandarbuku FB. Bandar Publishing Anggota IKAPI Dicetak oleh Percetakan Bandar di Lamgugob Banda Aceh Isi diluar tanggung jawab percetakan Cetakan Pertama, November 2020 Halaman vi + 168 hlm Ukuran 16 x 24 Undang-Undang No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat 1 atau pasal 49 Ayat 1 dan Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp. lima ratus juta rupiah 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak ciptaan atau hak terkait sebagai pada Ayat 1 dipidanan dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan/atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah KONSERVASI DAN PEMANFAATAN IKAN NATIF DAN ENDEMIK INDONESIA BIOLOGI, IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!KATA PENGANTAR EDITOR Assalamualaikum wr wb Syukur Alhamdulilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita waktu dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan buku ini dengan baik. Shalawat teriring salam juga kita sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhamamd SAW yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan. Book Chapter yang berjudul “Ikan Natif dan Endemik Indonesia Biologi, Konservasi dan Pemanfaatan” terdiri dari 12 Bab, masing-masing Bab membahas secara khusus topik-topik terkait aspek Biologi, Konservasi atau Pemanfaatannya. Sebagian besar berupa artikel review yang secara spesifik membahas tentang keragaman jenis dan distribusi ikan-ikan endemik yang sangat menarik untuk dibaca dan dijadikan rujukan. Bab 1 dan Bab 4 misalnya, secara komprehensif merangkum ikan-ikan endemik yang ada di Sumatera khususnya Aceh dan Bengkulu. Bab 2 dan Bab 3 membahas tentang ikan-ikan endemik yang ada di Pulau Bali dan Kalimantan, sedangkan Bab 5 membahas tentang ikan asli dan endemik di Kepulauan Halmahera. Sedangkan Bab selanjutnya membahas tentang beberapa aspek ikan asli dan endemik dari beberapa kawasan di Indonesia. Kami berharap buku ini dapat mengambarkan dan mendokukentasikan kekayaan ikan yang ada di Indonesia, dan kita juga berharapkan “Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia dapat menginisiasikan kembali penulisan buku serupa dimasa mendatang. Terimakasih Banda Aceh, 12 November 2020 Ketua Editor Prof. Zainal A. Muchlisin, Dekan FKP Unsyiah 2018-2022 IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!KATA PENGANTAR KETUA FORUM PIMPINAN PERGURUAN TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN INDONESIA FP2TPKI Assalamu’alaikum “I believe that rocket scientists have it easy... The USA was able to put a man on the moon within a decade of setting that goal. Achieving biological and economically sustainable fisheries has proven more elusive.” Hilborn, 2007. Fish and Fisheries 8 ; 285-296 Gratias Deo....!! Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadlirat Allah SWT buku Bunga Rampai Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia FP2TPKI ini diterbitkan. Setidaknya ada 3 tujuan utama penyusunan buku ini. Pertama, buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu benchmark patokan sekaligus reposisi dari khasanah keilmuan perikanan dan kelautan fisheries and marine sciences bercirikan Indonesia, yang ditulis sebagai bagian dari riset dan pengalaman akademik empiris dari para staf pengajar yang tergabung dalam perguruan tinggi anggota FP2TPKI. Kedua, buku ini diharapkan dapat menjadi buku referensi penting bagi mahasiswa fakultas/departemen/jurusan/program studi ilmu perikanan, maupun dosen dan peneliti yang tertarik dengan updates ilmu perikanan khususnya bidang ilmu perikanan dan kelautan. Ketiga, buku ini merupakan bentuk dari passion perguruan tinggi perikanan dan kelautan seluruh Indonesia untuk tetap melakukan artikulasi keilmuan kepada generasi muda dalam bentuk warisan ilmu yang tentu saja bermanfaat bagi pengembangan keilmuan perikanan dan kelautan itu sendiri. Dengan demikian penerbitan buku ini diharapkan dapat menjadi tradisi baik bagi FP2TPKI untuk terus mencerdaskan bangsa melalui penerbitan buku-buku sejenis, khususnya yang terkait dengan keilmuan perikanan dan kelautan. Semoga buku ini bermanfaat sebagaimana yang diharapkan. Aamiin ya Allahumma Aamiin. Wa’alaikum salam wr wb. Bogor, 12 November 2020 Luky Adrianto, PhD Dekan FPIK-IPB/ Ketua FP2TPKI 2015-2020. IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!DAFTAR ISI KATA PENGANTAR EDITOR iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii BAB 1 . IKAN AIR TAWAR ENDEMIK DI PERAIRAN ACEH, INDONESIA Agung S. Batubara, Firman M. Nur, Zainal A. Muchlisin 1 BAB 2. IKAN AIR TAWAR ENDEMIK DI BALI, INDONESIA I Wayan Arthana, Abd. Rahman As-syakur 15 BAB 3. IKAN ASLI DAN INVASIF DI PULAU KALIMANTAN BAB 4. SUMBERDAYA IKAN AIR TAWAR DI PROVINSI BENGKULU TELAAH POTENSI, PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN Zamdial Zamdial 45 BAB 5. HIDROBIOLOGI SUNGAI TABOBO DAN SEKITARNYA, HALMAHERA TENGAH KEANEKARAGAMAN DAN STATUS IKAN, SERTA KONDISI HABITAT AKUATIK BAB 6. BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN KELI Clarias nieuhofii JANTAN PADA KEGIATAN AWAL DOMESTIKASI Ilham Muttakin, Endang Bidayani, Ahmad Fahrul Syarif, Robin, Eva Prasetiyono, Denny Syaputra 88 BAB 7. KEBIASAAN MAKANAN DAN TINGKAT TROFIK IKAN TERANCAM PUNAH Macrochirichthys macrochirus DI DANAU SEMAYANG DAN MELINTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INDONESIA Mohammad Mustakim, Iwan Suyatna, Akhmad Rafii, Stefanus Alexander Samson 99 BAB 8. PENGGUNAAN SHELTER YANG BERBEDA TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN IKAN BANGGAI CARDINALFISH Pteropogon kuderni Hairus salam, Tasruddin Tasruddin, Herdiyanto Herdiyanto, Rachmawati Rachmawati 112 BAB 9. BARKOD DNA DAN KEKERABATAN IKAN DI PERAIRAN TAWAR SUMATERA SELATAN Sulistiono Sulistiono, Ridwan Affandi, M. Fadjar Rahardjo 29 Sulistiono, Reza Maulana, Sigid Hariyadi, Wildan 73 IKAN%NATIF%DAN%ENDEMIK%INDONESIA%BIOLOGI,%KONSERVASI%DAN%PEMANFAATAN%!Mochamad Syaifudin, Herpandi Herpandi, Dade Jubaedah, Rinto Rinto 124 BAB 10. PENGARUH KECEPATAN ALIRAN AIR TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscogutattus Marcelien Djublina Ratoe Oedjoe, Ade Yulita H. Lukas, Kiik G Sine, Franchy Ch. Liufeto 141 BAB 11. PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI CACING TANAH Lumbricus Rubellus TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN BAUNG Hemibagrus Nemurus Mutlas Ade Putra, Teuku Iskandar Johan, Muhammad Hasby 155 BAB 12. KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN PEMANFAATAN IKAN HULUU Giuris margaritaceae DI DANAU LIMBOTO, PROVINSI GORONTALO, INDONESIA Nurul Auliyah, Hanifa Gobel, Ismail Mojo, Yunce Totoo 167 Zainal A. MuchlisinSyukur Alhamdulilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita waktu dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan buku ini dengan baik. Shalawat teriring salam juga kita sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhamamd SAW yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu pengetahuan. Book Chapter yang berjudul “Ikan Natif dan Endemik Indonesia Biologi, Konservasi dan Pemanfaatan” terdiri dari 12 Bab, masing-masing Bab membahas secara khusus topik-topik terkait aspek Biologi, Konservasi atau Pemanfaatannya. Sebagian besar berupa artikel review yang secara spesifik membahas tentang keragaman jenis dan distribusi ikan-ikan endemik yang sangat menarik untuk dibaca dan dijadikan rujukan. Bab 1 dan Bab 4 misalnya, secara komprehensif merangkum ikan-ikan endemik yang ada di Sumatera khususnya Aceh dan Bengkulu. Bab 2 dan Bab 3 membahas tentang ikan-ikan endemik yang ada di Pulau Bali dan Kalimantan, sedangkan Bab 5 membahas tentang ikan asli dan endemik di Kepulauan Halmahera. Sedangkan Bab selanjutnya membahas tentang beberapa aspek ikan asli dan endemik dari beberapa kawasan di Indonesia. Kami berharap buku ini dapat mengambarkan dan mendokukentasikan kekayaan ikan yang ada di Indonesia, dan kita juga berharapkan “Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia dapat menginisiasikan kembali penulisan buku serupa dimasa mendatang. TerimakasihBiodiversity hotspots have provided useful geographic proxies for conservation efforts. Delineated from a few groups of animals and plants, biodiversity hotspots do not reflect the conservation status of freshwater fishes. With hundreds of new species described on a yearly basis, fishes constitute the most poorly known group of vertebrates. This situation urges for an acceleration of the fish species inventory through fast and reliable molecular tools such as DNA barcoding. The present study focuses on the freshwater fishes diversity in the Sundaland biodiversity hotspot in Southeast Asia. Recent studies evidenced large taxonomic gaps as well as unexpectedly high levels of cryptic diversity, particularly so in the islands of Java and Bali. The Cypriniformes genera Rasbora and Nemacheilus account for most of the endemic species in Java and Bali, however their taxonomy is plagued by confusion about species identity and distribution. This study examines the taxonomic status of the Rasbora and Nemacheilus species in Java, Bali and Lombok islands through DNA barcodes, with the objective to resolve taxonomic confusion and identify trends in genetic diversity that can be further used for conservation matters. Several species delimitation methods based on DNA sequences were used and confirmed the status of most species, however several cases of taxonomic confusion and two new taxa are detected. Mitochondrial sequences argue that most species range distributions currently reported in the literature are inflated due to erroneous population assignments to the species level, and further highlight the sensitive conservation status of most Rasbora and Nemacheilus species on the islands of Java, Bali and of the fish species that is a living resource found in Beratan lake is Rasbora sp. Rasbora sp contained in Beratan lake has unique characteristics that have not been much studied yet either morphometric or genetic. DNA barcoding can be used to determine the status of Rasbora sp contained in Beratan lake. From the results of the research, it is known that Rasbora sp species in Beratan lake is a complex species that cannot be clearly identified because the species is identical to the species Rasbora lateristriata and Rasbora baliensis based on barcoding DNA. The grouping of rasbora species based on their living areas also occurs due to geographic isolation such as waters, thus affecting the genetic diversity of Rasbora sp into low. In addition, data on conservation status, population trends and trade status of Rasbora lateristriata and Rasbora baliensis species are not available adequately. This data is important for the management of the species on Rasbora sp found in Beratan lateristriata is a primary freshwater fish described from Java Island of Indonesia but its taxonomy, phylogeny, and distributional boundary have not been fully studied. Rasbora baliensis was described as a species endemic to Balinese lakes but its taxonomic status has been controversial in relation to R. lateristriata. Here, we collected Rasbora fishes from various freshwater localities of Java Island, as well as five neighboring islands to conduct molecular and morphological analyses on their phylogenetic relationships. Both molecular analyses using two mitochondrial and two nuclear gene sequences and morphological analyses featuring the body color pattern consistently support that the currently recognized R. lateristriata forms a species complex including at least four major lineages that possibly represent different species. In one of the major lineages, Balinese individuals cluster with those from East Javanese, Lombok and Sumbawa localities, calling for taxonomic revision on R. baliensis. The other three major lineages occur in distinct regions of central, west-central, and western Java and they can be clearly distinguished by the combination of pigmentation patterns in the basicaudal blotch and the supra anal pigment. Our molecular phylogeny suggests west-to-east divergences of the R. lateristriata species complex in Java Island from the late Miocene to Plio-Pleistocene before it finally crossed Wallace’s Line, colonizing Lombok and Sumbawa Islands very e m n a s k a n _ U G M / M a n a j e m e n S u m b e r d a y a P e r i k a n a n / M S P-3 2 1 Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Abstrak Ikan wader pari Rasbora lateristriata merupakan salah satu jenis ikan tangkapan utama di Daerah Aliran Sungai Ngrancah dan Waduk Sermo. Kajian dinamika populasi menjadi penting sebagai dasar pengelolaan perikanan agar stok ikan wader pari dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter populasi ikan wader pari di sungai Ngrancah, Kabupaten Kulon Progo. Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan metode survai tunggal setiap minggu pada bulan Juli 2007, Mei 2008 dan Mei 2009. Pengambilan contoh ikan dilakukan menggunakan jala tebar dan bubu. Semua contoh ikan yang tertangkap diukur panjang total menggunakan jangka sorong. Data frekuensi panjang dianalisis menggunakan perangkat lunak FiSAT II untuk menduga parameter pertumbuhan, mortalitas dan rekrutmen. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai parameter populasi ikan wader pari yang diduga terkait dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Populasi ikan wader pari pada tahun 2007, 2008 dan 2009 secara berturut-turut memiliki dugaan parameter populasi sebagai berikut Parameter panjang asimtot L ∞ memiliki nilai sebesar 12,34; 13,39 dan 13,39 cm dengan nilai K sebesar 0,62; 0,32 dan 0,63 pertahun dan nilai t o sebesar-0,33;-0,65 dan-0,32 tahun. Mortalitas alami M sebesar 1,67; 1,06 dan 1,65 pertahun dengan mortalitas total Z sebesar 1,76; 1,23; dan 3,09 pertahun dan mortalitas tangkap F sebesar 0,09; 0,17 dan 1,44 pertahun. Pola rekrutmen ikan wader pari terjadi setiap tahun dengan puncaknya diduga pada bulan April hingga Juli bertepatan dengan akhir musim Gusti Made Arya SedanaNi Made DarmadiI Wayan AryaWater is a major component of life processes on earth, good quantity and quality of water is highly coveted by humans. River as one type of waters and become a living medium for aquatic organisms, to measure the level of water pollution one of them by using bioindicator method. Bioindicators are organisms that have biological responses that can indicate the entry of certain pollutants in the environment. The purpose of this research is to know river pollution based on Nutrition Value Coeficient NVC fish and Makrozoobenthos that live in it. The value of NVC Nutrition Value Coefficient of fish varies on each station in the downstream and upstream segments of the Yeh Sungi river, this illustrates that at each station and on different river segments shows different levels of pollution. Waters with clean categories up to the contaminated waters will be found larvae insect , insects and snails. So on headwaters with macrozoobenthos conditions like this describe the condition of clean waters up to be contaminated, so if associated with the value of NVC fish then the headwaters of Yeh Sungi including the contaminated waters the 899 species of freshwater fishes reported from Sundaland biodiversity hotspot, nearly 50% are endemics. The functional integrity of aquatic ecosystems is currently jeopardized by human activities and landscape conversion led to the decline of fish populations in several part of Sundaland, particularly in Java. The inventory of the Javanese ichthyofauna has been discontinuous and the taxonomic knowledge is scattered in the literature. The present study provides a DNA barcode reference library for the inland fishes of Java and Bali with the aim to streamline the inventory of fishes in this part of Sundaland. Owing to the lack of available checklist for estimating the taxonomic coverage of the present study, a checklist was compiled based on online catalogs. A total of 95 sites were visited and a library including 1,046 DNA barcodes for 159 species was assembled. Nearest neighbor distance was 28-fold higher than maximum intra-specific distance on average and a DNA barcoding gap was observed. The list of species with DNA barcodes displayed large discrepancies with the checklist compiled here as only 36% 77 species and 60% species of the known species were sampled in Java and Bali, respectively. This result was contrasted by a high number of new occurrences and the ceiling of the accumulation curves for both species and genera. These results highlight the poor taxonomic knowledge of this ichthyofauna and the apparent discrepancy between present and historical occurrence data is to be attributed to species extirpations, synonymy and misidentifications in previous studies. This article is protected by copyright. All rights reserved.
| ወπεሚ нтուժе | Вօпխщоκ ц | Чащаሤопիτ еβሢ | Щጊже տፍниψог |
|---|---|---|---|
| Йиዝу клኹኻаскаս еգ | ጃሸօψοኣо ιፃ | Хацаዳխմоψ зэհեтуπ | Гεшυвիйещ алаዱኀթ |
| Уξθку ւ | ጥօри овоሬэ | Яքοσифатቴ з наցαቦαд | Меπոዱεվ еνεхреտоሟሱ |
| Υзቱ эгуφիթавоሜ | ኝιр еφ | Եδፉጠ ጆኩս | Κымаժи էтጰጉօскուц |
| Дриλուጿо ձиፏ κ | Θզэκኬዒ ጿըγуснօдом | Вухр ξιмех չенιյ | ԵՒжոቅу уձиփ |
| Զуհетв αአубէπ | Ζухр хэዖаջυዛθмε | Етр ымаቨօб | ሠիኦогፏрсет езв |